SEJARAH PERJALANAN HIDUP DAN KISAH PERJUANGAN
KELUARGA MBAH SUGITO
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI MATA KULIAH
Pengantar
Ilmu Sejarah
yang
dibina oleh Prof. Dr. Hariyono, M.Pd dan Indah W.P. Utami, S.pd.,S.Hum, M.Pd
Oleh
Tia
Arinda Ayuningtias
130732607180
UNIVERSITAS NEGERI
MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Desember
2013
Kata
Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas limpahan rahmat dan kasih‐Nya,
atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga memberikan
kemampuan dan kemudahan bagi saya dalam penyusunan makalah ini.
Di dalam makalah ini saya selaku penyusun hanya
sebatas ilmu yang bisa kami sajikan dengan topik “Sejarah perjalanan
hidup dan kisah perjuangan keluarga Mbah Sugito ”. Dimana di dalam
topik tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya pengetahuan
tentang bagaimana sejarah perjalanan hidup keluarga Mbah Sugito dalam
Historiografi Kolonial Indonesia. Saya menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan
dan pemahaman kami, menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan
penjabaran yang lebih dalam tentang masalah ini, kiranya mohon dimaklumi
apabila masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah
ini.
Harapan saya, semoga makalah ini membawa manfaat
bagi kita, setidaknya untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang
Bagaimana sejarah perjalanan hidup dan perjuangan keluarga Mbah Sugito dalam
membela tumpah darah Indonesia pada tahun 1942. Tidak lupa saya ucapkan terima
kasih kepada Ibu Indah W.P. Utami, S.pd.,S.Hum, M.Pd, selaku Dosen Pengantar
Ilmu Sejarah, atas bimbingan dan dukungannya, serta untuk teman‐teman atas kerja
samanya.
Malang,
16 Desember 2013
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar
Belakang Masalah......................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 5
A. Sejarah
perjalanan hidup keluarga Mbah Sugito..................... 5
B. Perjuangan
Mbah Sugito dalam membela Indonesia ............ 7
C. Sikap
generasi penerus Mbah Sugito...................................... 9
BAB
III PENUTUP.............................................................................. .10
A. Kesimpulan............................................................................ .11
B.
Saran...................................................................................... .12
DAFTAR
RUJUKAN.......................................................................... 13
LAMPIRAN ......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Istilah sejarah berasal dari bahasa
Arab, yaitu dari kata syajara dan syajarah. Syajara berarti
terjadi dan Syajarah berarti pohon
yang kemudian diartikan sebagai silsilah. Arti harfiah syajarah melahirkan
sejarah dalam pengertian sempit, yaitu silsilah, asal-usul atau riwayat.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pengertian sejarah pun mengalami
perkembangan. Hasil sejarah tersebut, meninggalkan suatu bentuk peninggalan
budaya bangsa. Peninggalan tersebut berupa tulisan, simbol, ornamen,
bangunan-bangunan bersejarah dan sebagainya, sehingga peninggalan tersebut
dapat dinikmati dan dikenal secara nyata nilai budayanya oleh generasi-generasi
penerus bangsa. Sedangkan Historiografi atau penulisan Sejarah ialah cara untuk
merekonstruksi suatu gambaran masa lampau berdasarkan data yang diperoleh
(Hugiono dan Purwantana, 1992:25).
Sejarah
keluarga merupakan salah satu contoh yang paling dasar. Sejarah suatu keluarga adalah bagian
permulaan yang kebanyakan merupakan sebuah cerita. Tanpa cerita atau penulisan
seseorang, generasi berikutnya tidak akan mengenali sejarahnya dengan baik dan
jelas.
Keluarga
adalah sebuah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan satu sama lain. Arti keluarga bagi penulis
adalah segala-galanya yang tidak tergantikan dengan apapun, karena keluarga
tempat kita untuk menyampaikan keluh kesah dalam keseharian melakukan kegiatan.
Keluarga adalah orang pertama yang membantu kita, selalu ada untuk kita dan
tidak pernah mengeluh mengahadapi sikap kita semua.
Setiap
orang pasti memiliki sejarah keluarganya. Dalam sejarah perjalanan hidup keluarga
Mbah Sugito terdapat suatu cerita yang
menarik, yakni beliau pernah menjadi pejuang terkait penjajahan zaman Belanda pada tahun 1942. Dari peristiwa
sejarah tersebut, sangat berpengaruh pada sikap dan pola pikir generasi penerus Mbah Sugito sebagi wujud
pembelajaran di masa mendatang. Maka
dari itu penulis membuat topik “Sejarah perjalanan hidup dan kisah
perjuangan keluarga Mbah Sugito pada tahun 1942” dengan harapan cerita
bersejarah ini tidak hanya dikenang oleh cucu-cucu, dan generasi penerusnya
namun juga bisa dijadikan acuan dan bahan pembelajaran bahwa tanpa adanya
kemauan dan kerja keras para pejuang yang dengan berani melawan penjajah, maka
kita tidak akan bisa merasakan enaknya hidup di masa modern ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah perjalanan hidup keluarga Mbah Sugito?
2. Bagaimana
perjuangan Mbah Sugito dan warga sekitar terkait penjajahan zaman Belanda dalam
membela Tumpah darah Indonesia pada tahun 1942?
3. Bagaimana
sikap generasi penerus Mbah Sugito mengenang perjuangannya sebagai wujud
pembelajaran di masa mendatang ?
C. Tujuan
1. Untuk
menjelaskan sejarah perjalanan hidup keluarga Mbah Sugito
2. Untuk
menjelaskan perjuangan Mbah Sugito dan warga sekitar terkait penjajahan zaman
Belanda dalam membela Tumpah darah Indonesia pada tahun 1942
3. Untuk
menjelaskan sikap generasi penerus Mbah Sugito mengenang perjuangannya sebagai
wujud pembelajaran di masa mendatang
D. Metode
Secara sederhana penelitian sejarah
dapat dijelaskan dalam beberapa langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi (Hariyono,
1995:109-112).
1)
Pemilihan
Topik
Penulis memilih topik yang berjudul “Sejarah
perjalanan hidup dan kisah perjuangan keluarga Mbah Sugito” Karena
penulis ingin menceritakan sejarah perjalanan hidup yang pernah dihadapi atau
dijalani oleh keluarga Mbah Sugito. Begitu banyak perjuangan yang telah
dilakukan oleh Mbah Sugito yang sangat membekas dapat diuraikan disini.
2)
Heuristik
Penulis menggunakan metode wawancara
dengan salah satu anggota keluarga Mbah Sugito. Berhubung kakek saya sudah meninggal, saya mewawancari
nenek saya, Suratin
dalam menelusuri riwayat kakek saya semasa hidup dulu.
Narasumber sekarang berdomisili di desa Gegeran dan ditopang oleh anak-anaknya.
Beliau sekarang sudah berumur 74 tahun dan tidak bisa mencari nafkah sendiri.
Selain itu, penulis juga mencari informasi dari internet untuk mengumpulkan
data yang penulis inginkan. Penulis mengumpulkan data dari wawancara dan dari
internet agar bisa dibandingkan dan dapat mengetahui perbedaannya.
3)
Kritik/ Verifikasi
Penulis mengumpulkan data-data dari
wawancara dengan salah satu keluarga Mbah Sugito dan mengumpulkan data dari internet
agar dapat dibandingkan perbedaannya.
4)
Interpretasi
Menurut penulis, Mbah Sugito dan
warga sekitar desa Gegeran adalah pejuang yang ikut berpartisipasi membela
Negara Indonesia, meskipun tidak tercantum dan tertulis sebagai pahlawan nasional namun orang-orang tersebut telah berjuang menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa untuk melanggengkan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
5)
Historiografi
Pada
bab 1 penulis menjelaskan bagaimana cara mencari informasi dengan cara
mengumpulkan wawancara dan mengumpulkan data dari internet yang dapat
memperkuat suatu peristiwa yang telah terjadi. Sedangkan pada bab 2 menjelaskan
bagaimana sejarah perjalanan hidup keluarga Mbah Sugito dari zaman dahulu
hingga sekarang berlanjut pada generasi penerusnya, dan perjuangan Mbah Sugito
dan warga sekitar terkait penjajahan zaman Belanda dalam membela Tumpah darah
Indonesia pada tahun 1942.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
perjalanan hidup keluarga Mbah Sugito
Keluarga
Bapak Sugito adalah sebuah keluarga yang sederhana, yang tinggal di desa
Gegeran, kecamatan Arjosari, kabupaten Pacitan. Sugito lahir pada tanggal 07
September 1930. Masa kecil beliau
sangat dikekang. Setiap harinya setelah pulang sekolah, ia harus langsung pergi
ke sawah untuk membantu kedua orangtuanya bercocok tanam dan beternak sapi.
Keluarganya sendiri berkecukupan, karena memiliki sawah yang cukup luas. Namun
sayang, karena waktu itu negara kacau dan porak poranda akibat perang dan
penjajahan Belanda, hal itu berimbas juga pada pendidikannya, sehingga ia mesti
berhenti sekolah saat ia masih duduk di bangku kelas 5 SD. Nama
istri beliau adalah Ibu Suratin yang lahir pada tanggal 05 Maret 1939. Bapak
Sugito memiliki 4 orang anak. Anak pertama beliau adalah seorang putera yang
bernama Bapak Sunaryo yang sudah mempunyai isteri bernama Ibu Harni. Beliau
lahir pada tanggal 12 Maret 1962. Bapak Sunar bekerja di sebuah Pabrik Obat,
sedangkan Ibu Harni menjadi Ibu rumah tangga. Mereka tinggal di Jakarta Selatan
pada tahun 1990 hingga kini. Bapak Sunar dan ibu Harni dikaruniai 2 orang anak.
Anak pertama bernama Nita Narulita, dan anak kedua bernama IB Hardoyo. Keduanya
sudah kuliah dan hampir menyelesaikan semester akhirnya.
Anak
kedua Bapak Sugito adalah Ibu Suprapti. Beliau lahir pada tanggal 21 Juli 1966.
Ibu Suprapti hanya bisa bersekolah hingga SLTP. Beliau adalah anak yang rajin
dan pintar berdagang. Sejak kecil Ibu Suprapti pandai berhitung dan mudah
bergaul dengan lingkungan baru. Pada tahun 1984, Ibu Suprapti menikah dengan
Bapak Sukarni yang berasal dari Trenggalek. Bapak Sukarni bersekolah hingga
Diploma IV/ Strata I. Mereka berdua bertemu pada saat ada pertemuan antar luar
sekolah yang diselenggarakan di Trenggalek. Mereka berdua hidup di Pacitan dan
membangun sebuah rumah tidak jauh dari rumah bapak Sugito dan Ibu Suratin
berada. Kini, Bapak Sukarni menjabat sebagai Guru SMP yang mengajar Sejarah,
kira-kira 5 KM dari tempat tinggalnya. Sementara itu, Ibu Suprapti membuka toko
kelontong yang sudah dirintisnya sebelum beliau menikah. Modal dan pola pikir
yang dimilikinya menjadikan tokonya bertambah besar dan masih bertahan hingga saat
ini. Bapak Sukarni dan Ibu Suprapti memiliki 2 orang anak. Anak pertama bernama
Andi Nurdiono yang lahir pada tanggal 20 Januari 1985 dan anak bungsunya bernama
Pepi Dian Pratiwi yang lahir pada tanggal 23 Januari 1990. Sejak kecil, Andi
menjadi murid teladan dan memiliki sifat selalu ingin tahu. Setelah dewasa,
Andi kuliah dan diterima di Universitas Yogyakarta. Kini, Andi membuka toko
elektronik di sebuah Ruko yang berada di Yogyakarta. Sementara itu, Pepi tetap
tinggal bersama orangtuanya dan melanjutkan kuliah di STKIP Pacitan. Kini Pepi
menjadi guru bahasa inggris pada suatu Sekolah Dasar di Pacitan.
Anak
ketiga dari bapak Sugito dan ibu Suratin adalah Ibu Mitri Surini, biasa
dipanggil dengan sebutan ibu Rini. Beliau lahir pada tanggal 03 Maret 1969.
Beliau pandai berhitung tanpa menggunakan alat bantu apapun. Ibu Rini menikah
dengan salah seorang laki-laki yang rajin bekerja, namanya adalah Bapak
Djuwadi. Beliau lahir pada tanggal 07 Juni 1961. Bapak Djuwadi bekerja sebagai
sopir angkutan umum yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Dari pernikahan
tersebut, mereka dikaruniai 2 orang anak. Anak pertama bernama Lis Juwita Sari,
sering dipanggil Lilis. Lilis lahir pada tanggal 22 Agustus 1985. Anak yang
kedua bernama Wahyu Aprianto yang lahir pada tanggal 09 April 1988.
Kedua-duanya sudah mendapatkan pekerjaan yang layak. Lilis bekerja sebagai
manager di sebuah pabrik triplek, sedangkan Wahyu melanjutkan kuliah dan kini
diterima sebagai guru bantu di Sekolah Dasar dekat rumahnya.
Anak
terakhir dari bapak Sugito dan ibu Suratin adalah Ibu Sumarni. Beliau lahir
pada tanggal 04 Juli 1971. Beliau menikah dengan laki-laki yang berasal dari
Wonogiri yang bernama Sukatno pada tahun 1990. Sukatno lahir pada tanggal 12
Juli 1964. Pertemuan mereka diawali pada saat Ibu Sumarni pernah bekerja di
Jakarta dan secara tidak sengaja mereka dipertemukan kembali sebagai sepasang
suami-isteri. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai 3 orang anak. Anak
yang pertama bernama Rian Eristawanto yang lahir di Jakarta pada tanggal 11
April 1991 . Rian merupakan anak yang pandai dan selalu mendapat peringkat
dalam berbagai macam perlombaan. Rian adalah anak yang patuh terhadap orangtua.
Rian selalu menjuarai berbagai kompetisi seperti lomba matematika antar
kabupaten, olimpiade IPA, lomba tartil Qur’an, dan masih banyak yang lain.
Selisih 3 tahun kemudian, Anak yang kedua lahir dan diberi nama Tia Arinda
Ayuningtias, yang sering dipanggil dengan Tia. Tia lahir di Semarang pada
tanggal 31 Oktober 1994. Tia adalah anak yang patuh dan rajin. Setelah berumur
9 tahun, Tia di sekolahkan di SD Gegeran dan tinggal bersama orangtuanya di
kediaman neneknya, hingga SMA. Dan anak yang paling bungsu terpaut 10 tahun
dari kakaknya, yang diberi nama Anisa Ajeng Renata yang lahir pada tanggal 15
April 2005. Sekarang Ajeng sudah berusia 8 tahun, kelas 2 SD.
B. Perjuangan Mbah
Sugito terkait penjajahan zaman Belanda
Cerita ini saya dapat dari kakek saya yang bernama
Sugito, seorang pejuang dan seorang aktivis kemerdekaan republik Indonesia.
Saya sedikit menceritakan apa yang telah kakek saya ceritakan pada
anak-anaknya, agar menjadi cikal bakal perjuangan dan selalu mengingat akan
pengorbanan yang mereka lakukan pada masa perjuangan merebut kemerdekaan,
merebut kebebasan atas tirani penjajahan, dan tirani bangsa. Ini adalah kisah
nyata. Sebuah kisah yang benar-benar terjadi ketika bangsa Belanda menjajah
negeri Indonesia ini.
Indonesia merupakan negara besar
yang memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah ruah. Pada awalnya Belanda
menjajah Indonesia dan menduduki tanah kelahiran keluargaku yaitu Kota Pacitan
serta Belanda menguasai sebagian wilayah Pacitan. Kota Pacitan adalah kota yang
jauh dari keramaian dan masih sangat asri. Penduduknya mayoritas bermata pencaharian
sebagai petani dan berkebun. Mereka hidup dalam kemakmuran dan ketentraman
selama berabad-abad.
Namun,
ketentraman dan kedamaian warga tiba-tiba berubah menjadi kecemasan dan
ketakutan. Kehidupan yang
tenteram mulai terusik oleh kedatangan bangsa Belanda ke kepulauan Nusantara. Kedatangan Belanda ke
Nusantara pada mulanya hanya sekedar untuk mencari rempah-rempah dan juga untuk
berdagang. Namun pada akhirnya, Belanda juga menguasai serta menjajah
Indonesia. Pada tengah malam yang tidak akan pernah dilupakan Sugito dan
warga sekitar, datanglah sekumpulan orang
belanda yang memiliki kekuatan mengacau di desa Gegeran. Tiba-tiba saja para
kompeni itu mengamuk dan membuat kerusakan di desa kami. Malam yang sepi pun
tiba-tiba berubah menjadi malam penuh tangis ketakutan. Semua orang menangis
ketakutan. Keadaan ini terus berlanjut sampai beberapa hari.
Penjajahan
Belanda telah memusnahkan kedamaian dan kebahagiaan desa kami. Sugito dikenal
oleh orang-orang di sekitarnya dengan pribadinya yang teguh pada prinsip dan
keyakinan, dimana ia selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak di atas
kepentingan pribadinya. Sugito yang pada saat itu masih berumur 18 tahun,
benar-benar ikut merasakan apa yang telah dilakukan tangan-tangan kotor Belanda
yang biadab. Sugito dan warga sekitar menjadi pejuang yang tumbuh
langsung dari rakyat. Bukan tentara hasil didikan penjajah yang terorganisir
namun secara sukarela mereka ikut berperang melawan Belanda. Sugito dan warga sekitar tidak bisa tinggal
diam melihat penjajah Belanda yang semakin semena-mena menindas desa kelahiran
dan tempat tinggalnya yang hampir menguasai seluruh perkebunan di desa Gegeran.
Sepanjang usia remajanya, beliau habiskan untuk berjuang melawan kekejaman dan
penindasan Belanda.
Keesokan
harinya, ditengah panasnya terik matahari yang sangat menyengat, orang-orang belanda
dengan seenaknya mempekerjakan warga sekitar desa Gegeran untuk menggarap lahan
dan tenaganya dikuras habis-habisan demi keuntungan finansial Belanda. Pengeksploitasian
manusia serta sumber dayanya semakin gencar dilakukan oleh pihak Belanda,
Sugito dan warga sekitar pada saat itu juga dipaksa untuk melaksanakan sistem tanam paksa.
Bertahun-tahun Sugito merasakan betapa hebatnya tekanan batin dan fisik yang
dialami Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Sejak penjajah Belanda untuk
pertama kalinya menginjakan kakinya di daerah nusantara dan melakukan
pemerasan, penindasan, perampasan kemerdekaan terhadap rakyat desa Gegeran,
maka sejak saat itu juga Sugito dan warga sekitar melakukan perjuangan untuk
melawan penjajah dengan upaya merebut kembali
kemerdekaan yang direnggut oleh para penjajah itu. Perjuangan bangsa
menentang penjajahan belanda ini juga terjadi dimana-mana diseluruh Nusantara.
Perjuangan menentang penjajah belanda secara gagah berani dilakukan oleh Sugito
dan warga sekitar dengan berbagai cara. Banyak kendala yang dihadapi Sugito dan
warga sekitar melawan oknum-oknum Belanda yang pada saat itu memiliki
persenjataan yang lengkap dan mempunyai taktik adu domba yang jitu sehingga
perselisihan sering terjadi. Kelemahan ini menjadi pelajaran yang berarti bagi
Sugito dan warga sekitar dalam menentukan strategi perjuangan pada masa
berikutnya. Perang tetap tak terelakkan demi membela dan mengusir para tentara
Belanda. Dengan berbekal senjata seadanya, walaupun hanya
bersenjatakan sebatang bambu runcing berwarna kuning, Sugito dan warga
sekitar berani mengobrak-abrik
para tentara Belanda. Hal itu terjadi hingga berbulan-bulan. Serangan pun
terjadi di berbagai wilayah yang lain. Usaha-usaha para pejuang di berbagai daerah di Indonesia mulai membuahkan
hasil sehingga kekuatan Belanda pun melemah. Keesokan harinya
diumumkan bahwa sebentar lagi para
penjajah akan segera meninggalkan tanah ibu pertiwi.
Dan akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 seluruh wilayah Indonesia bebas dan kedaulatan RI utuh kembali.
C. Sikap Generasi
penerus Mbah Sugito mengenang perjuangannya
Keluarga
memiliki peranan yang penting dalam proses pewarisan budaya masa lalu karena
kesempatan berinteraksi dalam keluarga lebih besar sehingga memudahkan orangtua
menanamkan ide-ide dan menyampaikan informasi mengenai tata cara berperilaku
dan adat istiadat serta kebiasaan keluarga yang benar pada anak. Hal ini
terlihat pada sikap generasi penerus Mbah Sugito yang tetap mengenang
perjuangannya sebagai wujud pembelajaran di masa mendatang. Bapak Sugito dan
Ibu Suratin mendidik anak-anaknya menjadi kaum yang berguna untuk sesamanya,
mempunyai semangat juang yang tinggi, dan pekerja keras. Meskipun dulu bapak
Sugito dan ibu Suratin tidak bisa menamatkan sekolahnya, namun mereka bertekad bahwa
kelak generasi penerusnya harus bisa menuntut ilmu setinggi-tingginya. Mereka
tidak mau kalau anak-anaknya kelak hidup menderita seperti yang pernah
dialaminya dulu. Cara mendidik dan mengajarnya pun membuahkan hasil. Terbukti
anak-anaknya menjadi orang yang sukses dan memiliki pemikiran yang maju ke
depan. Mereka juga tahu bahwa kehidupan yang dulu penuh dengan perjuangan dan
pengorbanan. Semua anak-anak Bapak Sugito dan Ibu Suratin menjadi orang yang
berguna bahkan menurun ke cucu-cucunya. Generasi penerusnya kini kebanyakan
mengabdikan dirinya menjadi seorang Guru dan semua kini hidup serba kecukupan.
Bapak Sugito yang telah wafat pada tahun 2001 sudah tenang dialamnya sana,
tetap masih terlihat jelas perjuangannya. Di usianya yang sudah teramat renta
itu, terlihat dengan jelas keriput yang ada di wajahnya. Seiring rapuhnya raga,
beliau pun meninggalkan bumi pertiwi yang tercinta ini. Namun semangat juangnya
tetap membara di dalam jiwanya. Kini perjuangannya terbayar lunas dan tuntas.
Foto kenangan Mbah Sugito yang kini telah lapuk dan hilang entah kemana, tetap
menjadi kisah yang terukir dan menghadirkan kembali peristiwa masa lampau untuk
dapat kita hayati sebagai generasi masa depan. Berdasarkan hasil wawancara saya
dengan nenek Suratin, Mbah Sugito pernah berwejangan pada anak-anaknya untuk
disampaikan kepada cucu-cucunya kelak bahwa “Teruslah berjuang untuk bumi pertiwi ini anakku, teruskan semangat
juang kami. Dan jadilah orang yang berguna untuk masa depan nanti !”.
Kisah
sejarah tersebut telah memberikan pengaruh dan akibat yang sangat besar dalam
kehidupan keluarga Mbah Sugito dan masyarakat sekitar. Walaupun Mbah Sugito dan
masyarakat sekitar tidak mendapatkan semacam penghargaan dan nobel,namun di
mata anak-anak dan cucu-cucunya mereka semua adalah suatu obyek dari aksi
penindasan tentara Belanda dan saya sebagai saksi hidup perjuangan beliau, sangat bangga dengan pengorbanan yang tidak ada habisnya.
Kalau bukan karena para pejuang tersebut, kita pasti tidak dapat merasakan
enaknya hidup di masa modern ini. Pelajaran yang dapat saya ambil dari sejarah
keluarga saya ini adalah : jika kita selalu berusaha, pasti tujuan kita akan tercapai.
Sama seperti bangsa Indonesia yang selalu berusaha dan tidak pernah menyerah
untuk mempertahankan tanah air tercintanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjuangan Sugito dan
warga sekitar menuju kemerdekaan di mulai dengan datangnya bangsa barat yang
tadinya hanya datang untuk melakukan perdagangan serta mencari rempah-rempah, namun
pada saat itu bangsa Belanda mulai mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia
dan juga mulai memonopoli perdagangan di indonesia. Sejak
penjajah Belanda menginjakkan kakinya di daerah nusantara dan melakukan
pemerasan, penindasan, perampasan kemerdekaan terhadap rakyat Nusantara ini,
maka sejak saat itu pula rakyat melakukan perjuangan untuk melawan penjajah
dengan upaya merebut kembali kemerdekaan
yang direnggut oleh para penjajah Belanda. Dan kemudian Sugito dan warga
sekitar berjuang di medan perang, Semangat juangnya tak
pernah runtuh. Beliau mengabdi untuk Indonesia sampai Indonesia dapat
mengibarkan Sangsaka Merah Putih dan Garuda bertengger di angkasa. Penjajahan
tak selamanya membawa hal yang buruk bagi kita rakyat Indonesia. Tanpa adanya penjajahan, Indonesia tak akan ada karena
Indonesia muncul dalam sejarah sebagai bangsa setelah ada penjajahan.
Pada saat itu, orang-orang Belanda
ditulis sebagai manusia-manusia unggul yang bisa mengendalikan sektor usaha ekonomi dan politik di Nusantara
Indonesia. Orang-orang
Belanda dianggap sebagai manusia paling sempurna dalam berbagai aktivitas
kehidupan di Nusantara Indonesia. Sehingga peran mereka ditulis dalam Historiografi
Kolonial bisa menghabiskan halaman berlembar-lembar.
Sedangkan
peran rakyat pribumi sebagai
pemilik negeri Nusantara Indonesia ditulis sangat
sederhana dan dituangkan
dalam halaman tulisan yang sangat minim. Tidaklah berlebihan
kalau mereka akan menganggap, bahwa pejabat-pejabat kolonial itu sebagai
pahlawannya, dan para pejuang
bumi putra dipandang sebagai pemberontak. Padahal mereka sebagai pejuang yang memperjuangkan
hak-hak rakyat. Fakta-fakta kesejarahan yang terkait dengan rakyat bumi putra dengan sengaja
diputarbalikan, tujuannya guna menyudutkan posisi warga penduduk bumi putra,
dan dibalik itu semua pihak kolonial Belanda mengambil keuntungan-keuntungan
psikologis, ekonomis, dan politis. Meskipun demikian, para pejuang tetap mendapat tempat
dalam sejarah yang
menjadi pemersatu bangsa Indonesia menuju gerbang kemerdekaan.
B. Saran
Adapun dari penulisan makalah ini saya
selaku penulis menyarankan kepada generasi muda agar tetap mempertahankan
kemerdekaan Indonesia dengan cara ikut berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan
Indonesia dan mencontoh semangat para pahlawan terdahulu dalam kehidupan
sehari-hari. Seluruh warga Indonesia wajib menghargai dan menghormati jasa-jasa
para pahlawan Indonesia. Perjuangan memang tak pernah berakhir. Berjuang untuk
kehidupan, dari hal-hal yang amat kecil bahkan yang tak orang lain ketahui.
DAFTAR
RUJUKAN
Hariyono.
1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif.
Malang: Pustaka Jaya.
Jayusman,
Iyus. 2012. Historiografi Tradisional dan
Modern, (Online), (http:// iyusjayusman.blogspot.com),
diakses 25 November 2013.
Suratin,
74 tahun, RT. 02, RW.01, Desa Gegeran, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, 01 Desember 2013, di
kediaman ibu Suratin.
LAMPIRAN
a. Hasil Wawancara
Pertanyaan terkait wawancara
Hari/tanggal :
Minggu, 01 Desember 2013
Pukul :
16.00-17.00 WIB
Metode :
Wawancara
Informasi :
Ibu Suratin
Tempat/tanggal
lahir : Pacitan,
05 Maret 1939
Pekerjaan :
Ibu rumah tangga
Alamat :
RT. 02, RW.01, Desa Gegeran, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan
Tempat wawancara :
di rumah kediaman Ibu Suratin
Kakek
Sugito dulu orang yang seperti apa, Nek ?
Dulu kakekmu
adalah orang yang pekerja keras dan pantang menyerah. Setiap hari kakek Sugito
pergi ke sawah, berangkat pagi pulang petang. Kakekmu tidak pernah mengeluh
karena capek. Hidup zaman dulu itu sangat susah nak, kalau sehari tidak bekerja
ya tidak makan. Untung kakekmu orangnya suka bekerja dan peduli dengan
keluarganya agar bisa menghidupi Nenek dan keempat anaknya.
Apakah
dulu kakek pernah bersekolah ?
Kakekmu dulu
pernah bersekolah di Sekolah Rakyat (SR) nak, tapi tidak selesai karena terjadi
peperangan dimana-mana. Semua sekolah ditutup dan rakyat pribumi dilarang untuk
menuntut ilmu. Dan mereka melanjutkan
pendidikannya secara mandiri. Anak-anak remaja pada saat itu
dijadikan budak dan dipekerjakan seenaknya oleh tentara Belanda.
Bagaimana
keadaan warga sekitar akibat munculnya penjajahan Belanda ke desa ini, Nek ?
Awalnya Penduduk
desa ini hidup dengan tenang dan damai, Nak. Mereka hidup makmur, aman dan
sejahtera. Kemakmuran itu terutama berkat lahannya yang sangat subur dan
penduduknya yang senantiasa menjaga keseimbangan hutannya. Mereka selalu
memilih-milih pohon yang hendak ditebang, sehingga persediaan air tetap
melimpah. Di sebelah timur desa, terdapat anak sungai yang tidak pernah
berhenti mengalirkan air. Dari sungai itulah tumbuhan dan ladang mereka
terpenuhi kebutuhan akan airnya. Namun, ketentraman dan kedamaian warga
tiba-tiba berubah menjadi kecemasan dan ketakutan. Pada tengah malam yang tidak
akan pernah dilupakan warga, para tentara Belanda itu datang membawa
kemurkaan,mengamuk, dan membuat kerusakan di desa ini.
Lalu,
bagaimana usaha kakek dan warga sekitar dalam melawan tentara Belanda, Nek ?
Kakek dan warga
sekitar melakukan berbagai cara dan berjuang untuk melawan
penjajah dengan upaya merebut kembali kemerdekaan yang direnggut oleh para
penjajah itu. Kakek dan warga sekitar selalu berpindah - pindah
untuk melakukan serangan - serangan, mulai dari markas Belanda yang kecil,
sampai dengan iring - iringan mobil pengangkut yang selalu lalu - lalang di
daerah pedesaan. Para
warga, Ibu-ibu dan anak-anak kecil diungsikan ke tempat yang lebih aman. Mereka
pergi mengungsi melintasi hutan, pantai, bahkan sampai pergi ke gunung. Dan dengan
berbekal senjata seadanya, walaupun hanya bersenjatakan sebatang bambu runcing
berwarna kuning, Sugito dan warga
sekitar
maju melawan para tentara Belanda.
Berapa
banyak kerugian yang diderita kakek dan warga sekitar akibat kedatangan
penjajahan Belanda, Nek ?
Kerugian yang
diderita tak terhitung jumlahnya, Nak. Perjuangan bangsa Indonesia sendiri dalam menghadapi
penjajahan sangatlah berat. Nyawa dari rakyat Indonesia menjadi taruhan.
Dimana-mana terjadi penembakan dan pengeboman. Dinding-dinding rumah bolong
akibat peluru yang ditembakkan penjajah. Kekayaan Indonesia banyak yang diangkut
oleh penjajah.
Bagaimana anak-anak dan cucu-cucunya
dalam mengenang perjuangan Mbah Sugito ke depannya, Nek ?
Cerita
yang terjadi di masa perjuangan ini, bisa diambil hikmahnya dan bisa dijadikan
satu pelajaran yang baik untuk bisa diturunkan ke anak cucu supaya mereka bisa
mengingat perjuangan kakek mereka, perjuangan orang yang tidak di kenal hanya
untuk bangsa besar ini, agar bisa memperoleh sebuah kebebasan yang kita sebut
sebagai kemerdekaan.
SILSILAH KELUARGA
MBAH SUGITO
|
Sugito** – Suratin
|
Sunaryo –
Suharni*
8
|
Sukarni* –
Suprapti
|
Djuwadi* –
Surini
|
Sukatno* –
Sumarni
|
Nita
Narulita
|
IB Hardoyo
|
Andi
Nurdiono
|
Pepi Dian
Pratiwi
|
Lis Juwita
Sari
|
Wahyu
Apriyanto
|
Rian
Eristawanto**
|
Tia Arinda
Ayuningtias
|
Anisa Ajeng
Renata
|
Keterangan:
* Anak Menantu
** Almarhum
b.
Foto
Kenangan
Ibu
Suratin (74 Tahun) Alm.
Bapak Sugito (83 Tahun)
Bapak
Sunaryo (Anak Pertama) Ibu
Harni (Istri)
Nita Narulita (Anak) IB Hardoyo (Anak)
Ibu Suprapti ( Anak Kedua) Bapak Sukarni (Suami)
Andi Nurdiono (Anak) Pepi Dian Pratiwi (Anak)
Ibu Mitri Surini (Anak Ketiga) Bapak Djuwadi (Suami)
Lis
Juwita Sari (Anak) Wahyu Apriyanto (Anak)
Ibu
Sumarni (Anak Keempat) Bapak Sukatno (Suami)
Rian
Eristawanto Tia Arinda A. Anisa Ajeng
Renata
(Anak) (Anak)
(Anak)
Kartu
Keluarga
KTP
Sugito
KTP Suratin
Masa
Kecil Tia Arinda A.
Keluarga Besar Mbah
Sugito
Rian dan Tia (dari kiri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar