Napak
Tilas Keluarga Satikam Al Putro
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATAKULIAH
Pengantar
Ilmu Sejarah
Yang
dibina oleh Bapak Prof. Dr. Hariyono, M.Pd. dan Ibu Indah W. P . Utami, S.Pd.,
S.Hum., M.Pd
Oleh
:
Erwin
Hidayat
130732607195
Offering
G
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
JURUSAN
ILMU SEJARAH
Desember 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT
karena dengan limpahan rahmat dan nikmatnya kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Napak Tilas Keluarga Satikam Al Putro dengan baik. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Ibu Indah W.P. Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd. selaku
dosen Pengantar Ilmu Sejarah kami yang senantiasa membimbing kami dalam
mengerjakan tugas makalah Napak Tilas Keluarga Satikam Al Putro ini.
Tugas makalah ini merupakan tugas
yang menarik karena menjelaskan tentang sejarah keluarga kami sendiri. Dalam
makalah ini akan dijelaskan secara lengkap dan rinci mengenai sejarah singkat
dari keluarga Satikam Al Putro. Sehingga dengan pembuatan makalah ini diharapkan
dapat memberi manfaat bagi kami sendiri maupun yang membaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini
belumlah sempurna sehingga kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan makalah
kami. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Malang, 1 Desember
2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkataan “sejarah” mula-mula berasal
dari bahasa Arab “syajaratun” (baca ; syajarah) artinya “pohon kayu”. Pohon
menggambarkan pertumbuhan terus menerus dari bumi ke udara dengan mempunyai
cabang, dahan dan daun, kembang atau bunga serta buah. Memang di dalam kata sejarah
itu tersimpan makna pertumbuhan atau silsilah menurut Yamin dalam (Sjamsuddin
& Ismaun, 1996: 2)
Sejarah bukan hanya berarti pohon, dalam
arti “pohon keluarga” juga tidak hanya berarti keturunan, asal-usul dan
silsilah. Walaupun demikian kalau mempelajari sejarah, sedikit-sedikitnya tentu
mempelajari cerita, keturunan, silsilah, riwayat, asal-usul tentang seseorang
atau kejadian. Sepintas lalu telah diuraikan arti kata sejarah ditinjau dari
sudut etimologi, yang menggambarkan sifat seperti pohon yang tumbuh. Namun
demikian bukanlah dimaksudkan bahwa sejarah itu secara biologis, tumbuh,
berkembang, berbuah atau tidak dan akhirnya mati. Sejarah memang tumbuh, hidup,
berkembang dan bergerak terus dan akan berjalan terus tiada hentinya sepanjang
masa.
Sejarah keluarga merupakan salah satu
contoh yang paling dasar. Setiap orang pasti memiliki sejarah keluarganya.
Dalam sejarah keluarga Satikam Al Putro terdapat sejarah yang menarik mulai
dari peran sertanya dalam perang kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
hingga secara tidak langsung beliau juga turut serta dalam penyebaraan agama
Islam di Desa Wonoasih.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana latar belakang sejarah
keluarga Satikam Al Putro?
2.
Bagaimana peran serta keluarga Satikam
Al Putro dalam perang kemerdekaan NKRI hingga membantu penyebaran agama islam
di Desa Wonoasih?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui latar belakang sejarah
keluarga Satikam Al Putro.
2.
Untuk mengetahui peranan keluarga
Satikam Al Putro dalam perang kemerdekaan NKRI hingga membantu penyebaran agama
islam di Desa Wonoasih.
1.4 Metode
1. Pemilihan Topik
Sejarah keluarga merupakan
pemilihan topik yang saya gunakan dalam
penelitian sejarah.
Karena sejarah keluarga merupakan sesuatu yang dekat
dengan kita dan mudah
dalam mencari sumber sejarah.
2. Kritik
a) Kritik
Ekstrinsik
Dari
hasil wawancara yang saya lakukan dengan ayah saya menjelaskan bahwa, Satikam
Al Putro yang tidak lain adalah ayahnya sendiri kala itu turut serta dalam
perang kemerdekaan NKRI melawan Kolonial Belanda yang berada di Kota
Probolinggo. Beliau memang bukan seorang prajurit militer, bahkan tidak
memiliki hubungan sama sekali dengan militer. Namun, beliau turut serta dalam
perang kemerdekaan dikaarenakan kecintaannya terhadap NKRI yang mendrongnya
untuk turut membantu Negara ini mencapai kemerdekaannya. Beliau juga secara
tidak langsung membantu penyebaran agama Islam di Desa Wonoasih, dengan cara
mendirikan sebuah langgar atau yang
biasa disebut dengan surau.
b) Kritik
Intrinsik
Dari
hasil wawancara yang saya lakukan dengan ayah saya
menjelaskan bahwa Satikam Al Putro
turut dalam perang kemerdekaan di Kota Probolinggo hanya bermodalkan tekad dan
kecintaannya terhadap NKRI meskipun tidak memiliki pengetahuan dalam bidang
militer.
Selain itu, dari hasil
wawancara dengan ayah saya, juga mendapatkan informasi bahwa peran Satikam Al
Putro dalam hal keagamaan masih terasa sangat kental dalam keluarga hingga saat
ini.
3.
Interprestasi
Menurut pendapat saya, Satikam Al
Putro merupakan tokoh yang patut ditulis cerita sejarahnya, karena beliau
merupakan tokoh yang sangat penting baik itu dalam keikut sertaannya dalam
perang kemerdekaan NKRI dan membantu penyebaran agama Islam di Desa Wonoasih
meskipun itu hanya dengan endirikan sebuah langgar
kecil yang bisa digunakan sebagai tempat beribadah.
4. Historigraf
·
Bab I
Berisi tentang latar belakang
dari judul makalah yang saya buat, yakni “Napak
Tilas Sejarah Keluarga Satikam Al Putro”. Sehingga masalah umum dalam makalah ini dapat dirumuskan
yaitu, bagaimana
sekilas sejarah keluarga Satikam Al Putro? Sebaliknya, masalah khusus dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana
latar belakang sejarah keluarga Satikam Al Putro?
2. Bagaimana
peran serta keluarga Satikam Al Putro dalam perang kemerdekaan NKRI hingga
penyebaran agama islam di Desa Wonoasih?
Dalam
bab I juga terdapat metode yang saya gunakan dalam penelitian sejarah. Sejarah
keluarga merupakan topik yang saya pilih dalam meneliti sejarah, karena dekat dengan
lingkungan kita dan dalam menemukan sumber penelitian sangat mudah didapat.
·
Bab II
Dalam
bab II berisi tentang pembahasan yang saya bahas dari rumusan masalah. Saya
membahas mulai dari latar belakang keluarga Satikam Al Putro. Dalam latar
belakang keluarga Satikam Al Putro ini,
Dijelaskan bahwa Satikam Al Putro merupakan sosok
yang dihormati di Desa Wonoasih dikarenakan sifat pribadinya yang baik, tegas
dan disiplin.
Dalam perkembangannya beliau semakin dikenal oleh
warga di Desa Wonoasih karena perannya dalam hal keaagamaan, yang mayoritas
warga Desa Wonoasih adalah penganut agama Islam.
·
Bab III
Dalam
bab III berisi tentang penutup. Dari sini dapat disimpulkan bahwa perjalanan Satikam
Al Putro mulai dari peran sertanya dalam perang kemerdekaan, penyebaran agama
Islam, membuat beliau dikenal dan dihormati oleh warga Desa Wonoasih sebagai
sosok yang baik. Hingga akhir hayatnya beliau tetap dikenal dan dihormati oleh warga
Desa Wonoasih, bahkan hingga saat ini keluarga beliau juga tetap dikenal oleh
warga Desa Wonoasih karena seluruh jasa dari Satikam Al Putro itu sendiri.
Dari
kesimpulan tersebut dapat kita sarankan agar memiliki pribadi yang baik agar
diingat oleh orang lain, dan tidak lupa kita harus memiliki rasa Nasionalisme
yang tinggi juga diimbangi sifat Religius yang sama seperti Satikam Al Putro.
Seperti pepatah yang mengatakan “Gajah
mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, Manusia mati menonggalkan
nama”.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Sejarah Keluarga Satikam Al Putro
Alkisah Satikam Al
Putro adalah seorang putra dari pasangan Satiman Al Sapu’ah dan Sanima Al
Sapu’ah, lahir pada 9 Oktober 1922. Beliau terlahir dari keluarga yang
sederhana di Desa Wonoasih, dalam kehidupan bermasyarakat keluarga Beliau juga
termasuk baik kepada tetangga di Desa Wonoasih.
Ketika masa kemerdekaan, hampir semua keluarganya beserta Satikam
Al Putro turut serta dalam perang kemerdekaan karena rasa nasionalisme Beliau,
meskipun dalam bidang militer Beliau tidak memiliki pengetahuan sama sekali.
Istri Beliau bernama Supiati Al Putro, keluarga Beliau memang
bukan termasuk keluarga Bangsawan. Namun, Beliau dikenal oleh warga desa karena
pribadi Beliau yang baik dan peran Beliau dalam membantu penyebaran agama Islam
di Desa Wonoasih.
Setelah berakhirnya perang kemerdekaan Satikam Al Putro
bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan Wonoasih, sebagai seorang
Penghulu. Karena pekerjaannya, Beliau semakin dikenal masyarakat hamper di
seluruh wilayah Kecamatan Wonoasih. Selain itu di Desa Wonoasih, Beliau juga
semakin dihormati karena Beliau adalah seoarng Pegawai Negeri, dari hal ini
kami dapat menyimpulkan bahwa Warga Desa pada zaman dahulu dalam hal
stratifikasi sosial lebih memandang kepada hal Prestis atau Jabatan, di mana
orang yang memiliki jabatan tertinggi dianggap sebagai seorang yang patut
dijadikan pemimpin atau bisa dikatakan sebagai pandangan hidup dalam
masyarakat.
Satikam Al Putro meninggal pada 20 Agustus 2001 di usia 79
Tahun, tepat 3 hari setelah Hari Kemerdekaan RI yang ke 56, artinya Beliau
masih sempat merasakan kemerdekaan Indonesia lebih dari separuh dari usianya.
2.2 2. Bagaimana Peran Serta Keluarga Satikam Al
Putro Dalam Perang Kemerdekaan NKRI Hingga Membantu Penyebaran Agama Islam Di Desa
Wonoasih
Keluarga Satikam Al
Putro memang bukan dari keluarga militer ataupun bangsawan dan priyayi. Namun,
keluarga Satikam Al Putro adalah keluarga yang memiliki sifat yang ramah, baik,
religius dan nasionalis. Terbukti meskipun Satikam Al Putro tidak memiliki
kemampuan di bidang militer, Beliau tetap turut serta dalam perang kemerdekaan
RI di Kota Probolinggo. Satikam Al Putro sendiri memang turut memanggul bedil dalam perang kemerdekaan, hal ini
dapat dibuktikan dari peninggalan Beliau yaitu berupa longsongan peluru yang
Beliau miiki mulai dari yang sudah kosong sampai yang masih orisinil buatan
dari PINDAD 90. Selain itu, juga dari cerita istri Beliau, Supiati Al Putro
(Almh) yang menceritakan kepada saya sendiri sebagai cucu dari Satikam Al
Putro.
Dalam bidang agama, keluarga
Beliau memang bukan menyebarkan Islam secara langsung seperti Wali Songo, namun
Beliau secara tidak langsung membantu persebaran Islam di Desa Wonoasih dengan
mendirikan sebuah langgar kecil yang
terdapat di sekitar tempat tinggalnya, yaitu RT 06/RW 01 Kelurahan Wonoasih
atau yang dulu dikenal dengan nama Dusun Wonoasih. Hingga saat ini warga di
Desa Wonoasih, khusunya di wilayah tempat tinggal keluarga Satikam Al Putro
semua warganya menganut agama Islam, dan langgar
kecil yang dulu dibangun sendiri oleh Satikam Al Putro kini sudah
berkembang karena sudah direnovasi dari bantuan seluruh warga desa dan mushola
ini hingga sekarang tetap dijadikan sebagai tempat beribadah dan melaksanakan
kegiatan Islami.
BAB III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Alkisah Satikam Al
Putro adalah seorang putra dari pasangan Satiman Al Sapu’ah dan Sanima Al
Sapu’ah, lahir pada 9 Oktober 1922. Beliau terlahir dari keluarga yang
sederhana di Desa Wonoasih, dalam kehidupan bermasyarakat keluarga Beliau juga
termasuk baik kepada tetangga di Desa Wonoasih. Istri Beliau bernama Supiati Al
Putro, keluarga Beliau memang bukan termasuk keluarga Bangsawan. Namun, Beliau
dikenal oleh warga desa karena pribadi Beliau yang baik dan peran Beliau dalam
membantu penyebaran agama Islam di Desa Wonoasih.
Ketika
masa kemerdekaan, hampir semua keluarganya beserta Satikam Al Putro turut serta
dalam perang kemerdekaan karena rasa nasionalisme Beliau, meskipun dalam bidang
militer Beliau tidak memiliki pengetahuan sama sekali.
Setelah berakhirnya perang kemerdekaan Satikam Al Putro
bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan Wonoasih, sebagai seorang
Penghulu. Satikam Al Putro meninggal pada 20 Agustus 2001 di usia 79 Tahun,
tepat 3 hari setelah Hari Kemerdekaan RI yang ke 56, artinya Beliau masih
sempat merasakan kemerdekaan Indonesia lebih dari separuh dari usianya.
Kepada
anak cucunya Beliau selalu berpesan agar tetap menjaga nama baik keluarga dan
dan jangan menjadi manusia yang sombong. Meskipun Beliau tidak bisa mengenyam
bangku pendidikan secara menyeluruh, namun Beliau tetap berusaha membuat anak
cucunya menjadi manusia yang lebih baik dari pada dirinya. Beliau juga mendidik
anak cucunya dengan disiplin dan tegas, agar anak cucunya tidak menjadi manusia
yang gagal dalam hidup mereka masing-masing.
3.2 Saran
Dari
kesimpulan tersebut dapat kita sarankan agar memiliki pribadi yang baik agar
diingat oleh orang lain, dan tidak lupa kita harus memiliki rasa Nasionalisme
yang tinggi juga diimbangi sifat Religius yang sama seperti Satikam Al Putro.
Seperti pepatah yang mengatakan “Gajah
mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, Manusia mati
menonggalkan nama”.
DAFTAR RUJUKAN
Sjamsuddin,
Helius & Ismaun, H. 1996. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta:
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pendidikan Pendidikan Tenaga Akademik.
SILSILAH
KELUARGA SATIKAM AL PUTRO
Satikam
Al Putro(Alm) + Supiati Al Putro(Almh)
Murni Utami + Djajadi (Probolinggo)
Nurhidayat + Erni
Maimunah (Probolinggo)
Lilik + Sumadi (Probolinggo)
Ummi Huzaimah + Sukam Iswanto (Probolinggo)
Murni
Utami + Utami
Sri Utami Hidayati (Probolinggo)
Irawati Wijaya + Slamet Budi Santoso (Malang)
Nasywa
Haniyah (Malang)
Layla Risqiyah (Probolinggo)
Nurhidayat + Erni Maimunah
Rina Hidayati + Seto Aji Kusumantoro (Probolinggo)
-Rhaka
Caesar Oktavian Putrantoro (Probolinggo)
-Chaka
Caesar Oktavian Putrantoro (Probolinggo)
Erwin Hidayat (Probolinggo)
Wahyu Hidayat (Probolinggo)
Lilik + Sumadi
Dewi Ratna Virdausi + Holisun (Probolinggo)
Safna
Ikrima Virdausi (Probolinggo)
Is Aida Latifa (Probolinggo)
Rusoifah Himamie (Probolinggo)
Ummi
Huzaimah + Sukam Iswanto
Aris Abdillah (Probolinggo)
Siti Rohma(Almh)
Najma Saroyana Zahro (Probolinggo)
Qonita Azzila (Probolinggo)
DOKUMENTASI FOTO
Satikam Al Putro(Alm)
9 Oktober 1922 - 20 Agustus 2001
ini historiografi yang baik
BalasHapus:v