Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 08 Desember 2013

historiografi tyas anjarwati


SEJARAH KEHIDUPAN MBAH MARTOSARI DAN PERMASLAHAN DALAM KELUARGANYA DI ZAMAN GLOBALISASI



MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Ilmu Sejarah
Yang dibina oleh Prof. Dr. Hariyono, M.Pd dan Ibu Indah W. P. Utami, Sp.d., S.Hum, M.Pd



Oleh
Tyas anjarwati
130732607191












UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN ILMU SEJARAH
PROGRAM STUDI S1 ILMU SEJARAH
Desember  2013



KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat, taufik dan hidayahNya, penulis  dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Sejarah yaitu membuat makalah yang berjudul “Sejarah Kehidupan Mbah Martosari dan Permasalahan Dalam Keluarganya di Zaman Globalisasi” ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu hingga dapat terselesaikannya makalah ini. Kepada Bapak Hariyono dan Ibu Indah W. P. Utami, Sp.d., S.Hum, M.Pd selaku pembimbing, yang senantiasa memberikan pengarahan kepada penulis  dalam penyelesaian tugas makalah ini. Tak lupa kepada orang tua penulis dan teman-teman yang selalu membantu hingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan. Oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dalam menyempurnakan makalah ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pembaca sekalian yang telah bersedia membaca makalah ini.

Malang,     Desember 2013


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A.  LatarBelakang Masalah............................................................... 1
B.  Rumusan Masalah........................................................................ 2
C.  Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
D.  Metode........................................................................................ 2

BAB II  PEMBAHASAN...........................................................................  5
A.  Sejarah Kehidupan dan Anggota Keluarga Mbah Martosari...... 5
B.  Permasalahan keluarga Mbah Martosari di Zaman Globalisasi... 7
C.  Harapan dari anak-anak Mbah Martosari terhadap
Keturunannya.............................................................................. 9

BAB III PENUTUP....................................................................................  10
A.  Kesimpulan.................................................................................. 10
B.  Saran............................................................................................ 10
DAFTAR RUJUKAN................................................................................12
LAMPIRAN................................................................................................13











BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Keluarga adalah sebuah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan satu sama lain. Yang saling bekerja sama dalam satu hal dalam suatu kegiatan seperti halnya melakukan pekerjaan rumah yang terbagi-bagi dan selalu bekerja sama. Arti keluarga bagi penulis adalah segala-galanya yang tidak tergantikan dengan apapun, karena keluarga tempat kita untuk menyampaikan keluh kisah dalam keseharian melakukan kegiatan. Keluarga adalah orang pertama kita dalam membantu kesusahan masalah kita, disaat kita susah dan duka selalu ada untuk kita dan tidak pernah mengelu mengahadapi kita semua.
Dalam rangka mempengaruhinya, yaitu perubahan jasmaniah, hubungan dengan orang tua, hubungan dengan teman seusia, perkembangan kognitif-intelektual dan identitas pribadi (Lubis, 1985). Keluarga mempunyai banyak fungsi yang tidak kita sadari itu. Antara lain fungsi tersebut yaitu pertama keluarga sebagai pendidik artinya keluarga mendidik kita dalam hal perilaku, tata aturan, kelakuan, cara bersosialisasi, dan dalam hal apapun agar kita semua bisa mempunyai bekal di hari nanti meski kita sudah sekolah di tempat yang formal. Fungsi kedua adalah sosialisasi, mengajarkan kita cara bergaul dan cara bersosialisasi dengan lingkungan sekitar agar kita tidak terjerumus dalam hal negative. Hukuman dan Penghargaan dari orang tua yan diberikan terhadap tingkah lakunya, banyak memberikan pengertian pada anak dalam belajar bagaimana seharusnya mereka bertindak dalam kehidupannya sehari-hari. Tingkah laku yang mendapat penghargaan dari orang tua akan menimbulkan pengertian pada anak bahwa tingkah laku tersebut diterima oleh lingkungannya. Sebaliknya, hukuman yang diberikan oleh orang tua memberikan pengertian pada anak bahwa tingkah laku tersebut tidak dikehendaki. Fungsi ketiga adalah sebagai perlindungan yaitu melindungi kita dalam kesehatan lahir dan batin. Yang keempat yaitu agama, memberikan cara kita pengajaran tentang agama mengenalkan kita terhadap Tuhan dan cara kita berdo’a denganNya. Yang kelima dalam segi ekonomis memberikan ekonomi kita agar kita bisa hidup. Yang terakhir memberikan kita kasih sayang, perhatian terhadap kita. Keluarga juga mempunyai banyak tugas antara lain adalah dalam pemeliharaan fisik keluarga, yaitu memberikan perlindungan terhadap keluarganya.Yang kedua pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga, agar setiap anggota keluarga terpenuhi apa yang dibutuhkan. Dalam sosialisasi terhadap remaja ada suatu gejala yang di sebut `reverse socialization`. Reverse Socialization` ini mengacu pada cara dimana orang yang lebih muda dapat menggunakan pengaruh mereka kepada yang lebih tua. Mengubah pandangan, cara berpakaian bahkan nilai-nilai mereka Reverse Socialization` dapat diekspresikan sebagai suatu hal di mana orang yang seharusnya disosialisasikan justru mensosialisasikan. Mead mengatakan bahwa sosialisasi ini banyak terjadi pada msayarakat yang mengalami peruabahan sosial dengan cepat (Mead, 1970, dalam Ritzer, 1979: 127).
Setiap keluarga atau orang tua tidak pernah menginginkan keturunan mereka kelak mengalami atau merasakan sengsaranya kehidupan yang pernah mereka alami. Terutama orang tua yang terlahir dalam keluarga yang kurang mampu. Memiliki cita-cita dan harapan akan masa depan. Namun tidak setiap orang dapat menggapainya. Sehingga dengan melahirkan keturunan adalah awal harapan dari cita-cita mereka dahulu, dengan keturunanya mereka berharap apa yang dahulu ingin mereka gapai dapat di teruskan oleh keturunanya. Dalam makalah ini, penulis ingin menceritakan bagaimana usaha dalam suatu keluarga untuk masa depan anak cucunya. Hal-hal yang ingin dibahas dalam makalah ini meliputi sejarah kehidupan Mbah Martosari dan Anggota Keluarga, Permasalahan keluarga Mbah Martosari di Zaman Globalisasi, dan Harapan dari anak-anak Mbah Martosari terhadap keturunanya.
B. Rumusan Masalah
1.         Bagaimana Sejarah Kehidupan dan Anggota Keluarga Mbah Martosari
2.         Bagaimana Permasalahan keluarga Mbah Martosari di Zaman Globalisasi
3.         Bagaiman Harapan dari anak-anak Mbah Martosari terhadap Keturunannya
C.    Tujuan
1.         Untuk mendeskripsikan Sejarah Kehidupan dan Anggota Keluarga Mbah Martosari
2.         Untuk mendeskripsikan Permasalahan keluarga Mbah Martosari di Zaman Globalisasi
3.         Untuk mendeskripsikan Harapan anak-anak Mbah Martosari terhadap Keturunannya.
D.    Metode
Lucey dalam Helius, 1996: 27. Mengatakan bahwa Setelah seorang sejarawan memilih satu topik penelitian, pertama-tama yang harus dilakukannya ialah mengumpulkan semua “saksi-mata” (witness) yang diketahui tentang periode sejarah itu. Semua saksi-mata ini menyiapkan bagi sejarawan testimoni (kesaksian) atau informasi yang diperlukan tentangnya. Secara sederhana penelitian sejarah dapat dijelaskan dalam beberapa langkah, yaitu heuristic, kritik, interpretasi, dan historiografi (Hariyono, 1995:109-112).
1.    Pemilihan Topik
Penulis memilih topik yang berjudul sejarah perjalanan hidup dan permasalahan keluarga Mbah Martosari dalam era globalisasi. Karena penulis ingin menceritakan bagaimana perjalanan hidup Mbah Martosari dan keluarganya yang banyak menghadapi permasalahan. Namun tidak pernah berhenti dalam berusaha dan tidak pernah menyerah dalam berjuang. Sehingga menarik bagi penulis untuk menceritakannya, dimana banyak hal positiv yang dapat diambil hikmah dan pelajarannya.
2.    Heuristik
Merupakan suatu proses proses mencari dan menemukan sumber-sumber yang diperlukan. (Anneahira,  (http://www.anneahira.com/metode-penelitian-sejarah.html), diakses 5 Desember 2013). Pengumpulan data dan sumber-sumber yang sesuai dengan topik pembahasan  yaitu sumber primer didapat penulis dari Ibu Suprihatin selaku anak sulung Mbah Martosari.
3.    Kritik
Terhadap sumber terdiri dari kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern pengujian terhadap otentisitas, asli, turunan, relevan tidaknya suatu sumber. Sedangkan kritik intern yaitu pengujian terhadap isi atau kandungan sumber. Tujuan kritik untuk menyeleksi data menjadi fakta. (Anneahira,  (http://www.anneahira.com/metode-penelitian-sejarah.html), diakses 5 Desember 2013).
a.              Kritik Eksternal
        Dari sumber primer yaitu Ibu Suprihatin anak sulung dari Mbah Martosari. Menceritakan kisah keluarganya yang dimulai dari perantauannya ke Kalimantan bersama Mbah Martosari, perjuangan hidup keluarganya dan bagaimana terjadinya suatu permasalahan dalam keluarganya.
b.              Kritik Intern
Dari wawancara yang dilakukan penulis, jelas jika apa yang menjadi penyebab utama permasalahan dalam keluarga ini adalah dari individu-individu cucu Mbah Martosari yang salah dalam bergaul dan lengahnya pengawasan dari anak-anak Mbah Martosari terhadap anak-anak mereka. Kedangkalan dalam keterbukaan dalam masalah hubungan dengan lawan jenis ini terlihat dari hasil beberapa penelitian, antara lain dalam skripsi yang telah dilakukan A. Widayanti, berjudul “Pengaruh Sosialisasi Keluarga dan Peer Group terhadap Sikap dan Perilaku Keserbabolehan dam Hubungan Antar Jenis”, diungkapkan bahwa sebagian besar respondennya, baik pria maupun wanita, tidak memilih isu pacar sebagai topik utama yang dibicarakan remaja dengan orang tuanya. Topik yang paling sering dibicarakan remaja dengan orang tuanya umumnya mengenai sekolah dan mengenai keluarga dekat (Widayanti, 1993).
4.    Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran. Pada tahap interpretasi sejarawan mencari saling hubung antar berbagai fakta yang telah ditemukan, kemudian menafsirkannya. (Anneahira,  (http://www.anneahira.com/metode-penelitian-sejarah.html), diakses 5 Desember 2013). Dari wawancara yang saya lakukan dapat saya tafsirkan bahwa keluarga Mbah Martosari sebenarnya memiliki kepribadian yang baik, dan didikan yang cukup yang diberikan oleh Mbah Martosari terhadap anak-anaknya. Namun, timbulnya permasalahan dalam keluarga ini bukanlah semata-mata murni kesalahan anak-anak Mbah Martosari. Dimana pada zaman globalisasi ini banyak budaya barat yang masuk ke Indonesia, sehingga memberikan dampak negativ bagi para remaja saat ini. Hal tersebut yang mempengaruhi cucu-cucu Mbah Martosari dalam bergaul. Sehingga terjadilah permasalahan dalam keluarga ini. Pengawasan yang lengah, kurangnya kedekatan antara orang tua dan anak hal utama yang menyebabkan anak-anak terpengaruh hal negativ di zaman globalisasi.
5.    Historiografi
Historiografi yaitu tahap penulisan sejarah. Pada tahap ini rangkaian fakta yang telah ditafsirkan disajikan secara tertulis sebagai kisah atau ceritera sejarah. (Anneahira,  (http://www.anneahira.com/metode-penelitian-sejarah.html), diakses 5 Desember 2013). Dalam historiografi penulis memulai dengan Bab I yaitu pendahuluan, pendahuluan ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta metode-metode sejarah. Kemudian dilanjutkan pada Bab II yaitu pembahasan, pembahasan ini merupakan inti makalah, tepatnya jawaban dari rumusna masalah yang akan dibahas lebih detail mengenai historiografi ini. Dan yang terakhir Bab III penutup yaitu berisi kesimpulan dan saran dari pembahasan. 



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Bagaimana Sejarah Kehidupan dan Anggota Keluarga Mbah Martosari
Semasa di jawa Mbah Martosari bekerja sebagai seorang petani, kehidupan Mbah Martosari bisa dibilang di bawah katagori mampu. Harapan untuk hidup lebih sejahtera mendorong Mbah Martosari pergi ke Kalimantan, yang dulu kata orang disana masih banyak lapangan pekerjaan. Tahun 1987, Mbah Martosari merantau ke Kalimantan bersama dengan ke-3 anaknya ( Sundari, Sulastri dan Suprihatin ) dan seorang istri ( Alm. Tarmini ). Mbah Martosari memiliki 5 orang anak, namun kedua anaknya ( Poniren dan Sunyoto ), terlebih dulu pergi merantau ke Kalimantan bersama nenek buyut mereka yaitu orang tua dari Mbah Martosari. Dengan bekal harapan untuk hidup lebih sejahtera Mbah Martosari nekat memboyong istri dan ke-3 anaknya untuk pergi merantau ke Kalimantan.
Sesampai di Kalimantan Mbah Martosari bekerja sebagai seorang petani di lahan yang beliau rintis untuk dijadikan lahan baru/membuka lahan dan lahan itu hak milik dari mertua Mbah Martosari. Istrinya yaitu Mbah Tarmini bekerja sebagai Ibu runah tangga yang mengurus kebutuhan dari keluarga dan anak-anaknya  dan terkadang membantu Mbah Martosari disawah/kebun. Pada waktu Mbah Martosari merantau ke Kalimantan ke-3 anaknya masih duduk di sekolah dasar. Dengan keterbatasan ekonomi Mbah Martosari tetap berusaha untuk menyekolahkan ke-3 anaknya. Dengan harapan anak-anaknya tidak buta huruf dan buta akan pengetahuan seperti yang dialami Mbah Martosari yang tidak pernah sekolah, dikarenakan dulu orang tuanya tidak mampu untuk menyekolahkannya. Anak pertama atau anak sulung dari Mbah Martosari bernama Poniren yang pada tahun 1990 menikah dengan seorang perempuan bernama Sukinik dan merekapun memiliki seorang anak yang bernama Mistriani. Anak kedua Mbah Martosari bernama Sunyoto. Diantara kelima anak Mbah Martosari anak kedualah yang sanggup sekolah hingga lulus SMP. Bapak Sunyoto menikah pada tahun 1991 dengan seorang perempuan bernama Waginah, dan memiliki 4 orang anak. Diantaranya, anak sulung bernama Teguh Wahyudi, adiknya bernama Agustin Dwi Artika, anak ketiga bernama Aprilia Ningsih, dan anak bungsu bernama Fauzi. Anak ketiga Mbah Martosari adalah Sundari. Bapak Sundari memiliki banyak istri yang tidak jelas statusnya. Sehingga penulis enggan untuk mewawancarai lebih lanjut, dikarenakan masalah pribadi dari Bapak Sundari. Anak keempat Mbah Martosari adalah Sulastri, yang menikah pada tahun 1989 dan memiliki 2 orang anak. Yang bernama Sri Rahayu dan Sri Wardani. Anak kelima atau anak bungsu dari Mbah Martosari adalah Suprihatin, dimana Ibu Suprihatin adalah Ibu Kandung dari si penulis.  Ibu Suprihatin menikah dengan Bapak Asmawi pada tahun 1993. Mereka memiliki 2 orang anak, diantaranya yang bernama Tyas Anjarwati yang tidak lain adalah penulis dari makalah ini sendiri dan adiknya yang bernama Aditya Alan Wijaya. Kelima anak Mbah Martosari rata-rata bekerja sebagai seorang petani, hal ini dikarenakan ijazah yang mereka miliki hanya sebatas ijazah sekolah dasar. Adapun anak kedua Mbah Martosari yang lulus hingga SMP, pernah bekerja di Tambang Batu Bara semasa masih muda. Namun, sekarang karena faktor usia Bapak Sunyoto tidak lagi bekerja di Tambang dan sekarang lebih memilih menjadi Tengkulak Sayur. Kini Mbah Martosari berusia sekitar 80 tahun, beliau sudah hampir 4 tahun di tinggal wafat istrinya Alm. Tarmini. Beliau sekarang lebih banyak menghabiskan masa tuanya dengan anak cucunya. Mbah Martosari memiliki 9 cucu, dan 4 cicit dari kelima anaknya. Sekarang Mbah Martosari tinggal bersama anak ketiganya, yaitu Ibu Sulastri.
B.     Permasalahan Keluarga Mbah Martosari di Zaman Globalisasi
Dari kelima anak Mbah Martosari, beberapa telah memiliki cucu. Sebenarnya usia dari cucu-cucu Mbah Martosari masihlah muda dan di bawah umur. Namun, karena globalisasi dan dampak kebarat-baratan dengan pergaulan yang bebas dewasa ini sudah menggelisahkan para orang tua. Banyak anak muda yang putus sekolah hanya karena hamil di luar nikah atau pranikah. Hal ini juga dialamai oleh beberapa cucu-cucu Mbah Martosari. Mistriani anak tunggal dari anak sulung Mbah Martosari yaitu bapak Poniren. Menikah pada usia 16 tahun dengan seorang duda perantauan dari pulau Jawa. Mistriani putus sekolah pada kelas 2 SMP. Dan sekarang telah memiliki anak yang berusia 3 tahun. Menurut penulis dan beberapa sumber yang didapatkan, Mistriani melakukan hal tersebut karena tekanan mental. Karena dari kecil Mistriani tinggal bersama Mbah Martosari guna untuk membantu Mbah Martosari di sawah/kebun setelah pulang sekolah. Kedua orang tua Mistriani dulu sering bertengkar hanya karena hal sepele hal ini yang di khawatirkan Mbah Martosari terhadap Mistriani sehingga Miatriani diajak tinggal bersama Mbah Martosari. Namun kekangan dari istri Mbah Martosari yang tidak membolehkan Mistriani bergaul dengan sembarang teman sebayanya, hal ini di karenakan sifat orang zaman dahulu yang masih primitif. Dan masalahnya timbul karena belum tentu anak-anak atau generasi penerus yang dibentuk dalam keadaan zaman yang berbeda mau menerima warisan pandangan ini secara utuh (Siagian, 1985). Sehingga menimbulkan tekanan tersendiri yang di rasakan oleh Mistriani hingga akhirnya ia nekat untuk pergi meninggalkan rumah dan menikah dengan lelaki yang membuat ia nyaman.
Sri Rahayu adalah anak sulung dari anak kedua Mbah Martosari yaitu Ibu Sulastri. Sri Rahayu dulunya kebanggaan dalam keluarga, karena ia dapat sekolah hingga perguruan tinggi. Meneruskan harapan kedua orang tuanya. Sri Rahayu kuliah Kebidanan di salah satu Universitas Swasta di Samarinda Kalimantan Timur. Namun, semua itu tertutup seketika saat Sri Rahayu hamil pranikah dengan pacarnya yang sudah menjalin hubungan dengannya selama 5 tahun. Pada saat itu Sri Rahayu masih belum lulus sekolah, sehingga ia lulus kuliah bisa dibilang dalam keadaan cacat. Sri Rahayu lulus pada tahun 2012, dan sekarang anaknya berusia 3 tahun seusia dengan anak Mistriani.
Teguh Wahyudi anak sulung dari anak kedua Mbah Martosari yaitu bapak Sunyoto. Teguh Wahyudi menikah dengan seorang gadis yang 2 tahun lebih tua darinya. Diusia 17 tahun Teguh Wahyudi telah membina rumah tangga. Sungguh usia yang masih muda dimana kebanyakan anak sebayanya mengabiskan waktu mereka dengan teman sebayanya. Kelas 1 SMK Teguh Wahyudi putus sekolah hanya karena menghamili pacarnya. Tidak lama berselang, adik Teguh Wahyudi yaitu Agustin Dwi Artika mengikuti jejak kelam Kakaknya. Agustin Dwi Artika menikah dekenaikan kelas 3 SMK. Dwi begitupun sapaannya, kecelakaan dalam menjalin suatu hubungan di usia 17 tahun. Namun, Dwi tak semujur saudara-saudara yang lain. Dimana para saudaranya masih dipertanggungjawabkan dan bertanggungjawab, namun setelah kelahiran anaknya yang diberi nama Adzril ia di cerai oleh suaminya. Sebenarnya orang tuanya tidak mensetujui hubungan Dwi dengan pacarnya, karena pacar Dwi yang seorang pengangguran bisanya meminta uang orang tua dan bermalas-malasan. Membuat orang tua Dwi tidak merestui hubungan mereka. Sehingga setelah beberapa bulan dari kelahiran anaknya Dwi sah bercerai dengan suaminya. Dwi mulanya seangkatan dengan si penulis. Dari kecil bersama dan berbagi, namun ternyata Dwi telah terjerumus oleh Dunia yang tidak seharusnya ia masuki.
Disinilah peran orang tua sangat dibutuhkan, dimana pengawasan terhadap anak-anak mereka yang bebas bergaul dan tidak tahu batasan-batasan dari pergaulan mereka. Dari masalah-masalah di atas, menunjukkan bahwa anak-anak Mbah Martosari lengah dalam mengawasi anak-ankanya. Dan pergaulan bebas yang dimasuki oleh cucu-cucu Mbah Martosari yang membuat mereka melakukan kesalahan. Sesuatu yang sangat disayangkan, dimana saat orang tua mampu menyekolahkan anak-anaknya dan menuruti semua keperluan anak-anaknya, tetapi malah disalahgunakan. Sedangkan para orang tua mereka dahulu harus bersusah payah untuk dapat terus melanjutkan sekolah.
C.     Harapan dari anak-anak Mbah Martosari terhadap Keturunannya
Para orang tua atau setiap generasi ingin meneruskan nilai-nilai secara utuh kepada generasi berikutnya sebab nilai dan norma inilah yang dianggap sebagai yang terbaik. Setiap orang tua pasti menginginkan yang tebaik untuk anak-anaknya demi masa depannya. Orang tua pasti akan memberikan apapun yang dibutuhkan anak-anaknya, demi tercapainya cita-cita mereka. Harapan terbesar setiap orang tua adalah kesuksesan dunia akhirat anak-anak mereka. Tidak ada orang tua yang ingin anak-anak mereka merasakan kesengsaraan seperti yang mereka rasakan.
Harapan dari anak-anak Mbah Martosari sempat tertunda, namun masih ada harapan dengan keturunannya yang lain. Kekecewaan dan sakit hati yang pasti mereka rasakan, dimana harapan yang mereka bina hancur begitu saja dengan segala usaha yang mereka lakukan selama ini. Dari sekian cucu dari anak-anak Mbah Martosari, anak Ibu Suprihatinlah yang masih menjadi harapan dalam keluarga ini. Karena diantara semua saudara-saudaranya, anak Ibu Suprihatin menjadi harapan untuk masih bisa meneruskan sekolah hingga perguruan tinggi. Sejarah adalah milik setiap manusia, tiada manusia yang menginginkan sejarah hidup yang kelam dan menyedihkan yang tidak patut untuk di contoh oleh keturunannya. Namun, dari sejarahlah kita bisa memilah mana yang benar mana yang salah, dan mana yang bisa kita tiru ataupun kita anut jalan hidupnya.
Cerita hidup keluarga Mbah Martosari memang penuh lika-liku dan perjuangan, itu semua mereka jalani untuk masa depan anak cucunya. Kelak, kita akan menjadi orang tua yang memiliki tanggungjawab atas anak-anak kita nanti. Dimana sekarang kita menyakiti dan mengecewakan hati orang tua maka nanti kitapun akan merasakannya oleh anak kita, dan jika kita membahagiakan kedua orang tua maka nanti kitapun akan merasaknnya oleh anak kita juga.
BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Keluarga Mbah Martosari bisa dibilang keluarga besar, karena Mbah Martosar sendiri memiliki 5 orang anak dari pernikahannya dengan Mbah Tarmini. Kesederhanaan keluarga Mbah Martosari menimbulkan niat untuk berubah lebih sejahtera diwujudkannya dengan pergi merantau ke Kalimantan dengan memboyong istri dan ke-5 anaknya.
Walaupun anak-anak Mbah Martosari tidak sekolah hingga perguruan tinggi, namun anak-anak Mbah Martosari bisa dikatakan hidup berkecukupan. Dengan berbagai usaha yang mereka jalani sesuai dengan keahlian masing-masing. Sehingga memperbaiki garis perekonomian keluarga Mbah Martosari.
Pada zaman Globalisasi ini, dengan banyaknya budaya barat yang masuk ke negara kita Indonesia memberilan pengaruh atau dampak negativ bagi para remaja saat ini. Dimana hal tersebutlah yang menjadi faktor utama permasalahan dalam keluarga Mbah Martosari.
B.                 Saran
Tidak pernah ada orang tua yang menginginkan anak cucu mereka mengalami kesusahan dalam hidupnya. Perjuangan seorang orang tua haruslah kita hargai, karena tanpa mereka kita tidak akan pernah bisa menjadi apa-apa di dunia ini. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya, dan dengan masalah tersebutlah manusia bisa berubah menjadi yang lebih baik. Bukan dengan cara mengeluh dan benci akan hidup yang dijalani, namun berusaha dan mengerti akan hikmah yang ada dibalik suatu masalah tersebut.
Mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta, membuka diri terhadap lingkungan dan orang tua, memilah dan menilai sesuatu yang ada pada lingkungan kita, dan mau bercerita tentang masalah yang dihadapi kepada teman sahabat ataupun orang tua adalah solusi agar kita bisa terhindar dari masalah yang dapat membuat kita menyesal dikemudian hari.
Sikapilah perubahan zaman dengan pemikiran yang dewasa, tanpa kita harap dan kita duga zaman ini akan berubah dengan sendirinya. Sehingga kitalah yang harus lebih berhati-hati dalam menyikapi suatu perubahan. Fikirkan apa yang ada dilingkungan sekitarmu, teman sahabat dan terutama orang tua jangan pernah membuat mereka kecewa hanya karena kita mengikuti perubahan zaman dengan persepsi kita yang salah.


Daftar Rujukan
Anneahira. 2013. MetodePenelitiaSejarah, (Online),  (http://www.anneahira.com/metode-penelitian-sejarah.html), diakses 5 Desember 2013.
Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Malang: Pustaka Jaya.
Helius Sjamsudin. 1996. Metode Sejarah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Jakarta.
Lubis, Dharmawayanti U. 1985. “Citra Diri dalam Masa Transisi,” Prisma, Nomor. 9, Th. XIV.
Mead, George Herbert. 1972. Mind, Self and Society: from the Standpoint of a Social Behaviorist. Diedit oleh Charles W. Morris. Chicago and London: The University of Chicago Press
Siagian, Toenggoel P. 1985. “Pendekatan Pokok dalam Mempertimbangkan Remaja Masa Kini, Prisma, No. 9, Th. XIV”.
Suprihatin, 38 tahun, Desa Bhuana Jaya RT. 013 RW. 002 Kec. Tenggarong Seberang Kab. Kutai Kertanegara, 26 November 2013, wawancara melalui media komunikasi.
Widayanti, Asih DS. 1993. “Pengaruh Sosialisasi Keluarga dan Peer Group terhadap Sikap dan Perilaku Keserbabolehan dalam Hubungan Antar Jenis, Studi Kasus Mhasiswa FISIP-UI,” Skripsi, FISIP-UI.


Lampiran


Pertanyaan terkait wawancara

Hari/tanggal : Selasa/26 November 2013

Pukul : 19.00-21.10

Metode : Wawancara

Informasi : Ibu Suprihatin

Tempat/tanggal lahir : BLITAR, 31-12-1975

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat: Desa Bhuana Jaya RT. 013 RW. 002 Kec. Tenggarong Seberang Kab. Kutai Kertanegara

Tempat wawancara : di kost/kediaman penulis dengan media komunikasi
1.      Bagaimana awal mula pindahnya Mbah Martosari ke Kalimantan?
Yaa, dulu mbahmu ngga punya penghasilan yang cukup buat anak-anaknya. Karena buyut mu sudah merantau duluan, jadi mbah mu pengen nyusul. Dulu kendaraan buat kesana masih naik kapal. Sampai sana yaa tinggalnya tempat buyut, belum punya modal buat bikin rumah sendiri. Terus mbah mu di kasih modal sawah sama buyut mu, buat digarap sama mbah mu. Yaa dari situ, mbah mu mulai bertani dengan lahan yang dipinjami sama buyut mu.
2.      Apa Ibu dan saudara-saudara yang lain masih melanjutkan sekolah setelah pergi ke Kalimantan?
Iyaa, masih. Mamak dulu masih SD, sekitar kelas 4 kalu engga 5. Mamak sama bude dan pakde mu masih ngelanjut. Tapi mamak Cuma lulus SD, mbah mu udah ngga bisa mbiayai sekolah mamak. Lulus sekolah mamak bantuin mbah putri mu di sawah. Terus dulu mamak juga pernah kerja di Samarinda waktu mamak umur 17 tahun, kerja jaga toko disana. Bude sama pakde-pakde mu yaa pada kerja, pakde mu Sunyoto dulu kerja di tambang batubara. Terus pakde mu yang lain yaa di sawah bantuin mbah mu.
3.      Bagaimana awal mula keponakan-keponakan Ibu atau cucu-cucu Mbah Martosari bisa melakukan hal yang membuat orang tua mereka kecewa?
Dulu itu yaa semua ngga nyangka dan ngira kalau bakal seperti ini, semenjak masuk SMA keponakan mama itu sudah beda sifatnya. Dari mereka jarang berkumpul kalau ada acara keluarga, jarang sosialisasi sama keluarga. Mama dulu ngga pernah anggap itu perubahan yang berarti, karena mama fikir itu mungkin faktor tugas sekolah yang semakin sulit yang membuat mereka menjadi sibuk. Namun, setelah adanya kabar kalau mbak mu hamil sebelum lulus kuliah, mama jadi hawatir sama anak mama sendiri. Sering mama nasehati anak mama, supaya jangan meniru apa yang dilakukan mba mu, karena itu ngga benar dan membuat malu keluarga. Mama kira itu yang pertama dan terakhir dari keponakan mama, ternyata setelah itu keponakan-keponakan mama melakukan kesalahan yang sama. Mama memang bukan ibu kandung mereka, namun mama juga merasakan bagaimana sakitnya hati orangtua mereka. Sampai mama batasin pergaulan anak mama, karena mama ngga pengen anak mama jadi seperti itu juga. Mama juga nggatau bagaimana bisa semau terjadi, karena menurut mama, orangtua mereka juga sudah baik dalam mengawasi anak-anak mereka. Tapi mama juga ngga bisa menilai lebih dalam, karena itu masalah masing-masing keluarga.
4.      Menurut ibu, apa yang mendasari keponakan-keponakan ibu melakukan kesalahan?
Mama hanya bisa menduga bukan menuduh atau berprasangka buruk. Kalau dari segi lingkungan keluarga kecil anggapan kalau itu karena kelengahan orangtua, yaa walaupun peran orangtualah yang paling berperan. Mungkin dari lingkungan berteman selama di sekolah atau dunia maya yang mereka ikuti. Setahu mama juga keponakan-keponakan mama update dalam dunia maya, dan salah dalam bergaul atau mencari teman yang paling mendasari perubahan sikap mereka. Sudah semakin besar usia mereka bukan berarti mereka bisa dilepas dalam pengawasan, maka dalam usia mereka yang semakin bertambah menurut mama pengawasan itu harus semakin ditingkatkan. Karena pergaulan yang semakin membrutal tidak tahu arah mana yang benar dan mana yang salah menjadi batasan dalam bergaul. Kurangnya komunikasi antara anak dan orang tua, lengahnya pengawasan orangtua sehingga anak-anak mereka melakukan kesalahan. Mama tidak bisa menegur, karena mama tidak ingin ikut campur dalam urusan keluarga inti. Mama hanya bisa menyarankan kepada anak mama. Jadi intinya adalah faktor lingkungan yang mendasari mereka melakukan kesalahan.
5.      Setelah kejadian-kejadian itu, bagaimana tanggapan orang-orang atau tetangga ibu dalam menyikapi masalah yang ada dalam keluarga ibu?
Yaa, menjadi berubah yang pasti akan pandangan mereka terhadap keluarga mama. Tidak mama pungkiri mama juga merasakan malu. Maka dari itu mama menjaga betul anak-anak mama, supaya tidak seperti yang lainnya. Mereka memandang sebelah mata, maka dari situ mama berharap anak mama bisa memperbaiki nama keluarga mama.
6.      Ibu sebagai wakil setiap orangtua dari keponakan-keponakan ibu, bagaimana harapan ibu terhadap keponakan, anak ataupun keturunan ibu nantinya?
Tidak pernah ada orangtua yang ingin anaknya tidak sukses. Mamapun pengennya keponakan mama dan anak-anak mama sukses, tidak hanya sukses di dunia namun juga di akhirat nantinya. Mungkin sekarang mama merasa kecewa, namun mama percaya Allah tidak pernah memberi cobaan yang di luar batas kemampuan hamba-Nya dan Allah pasti akan memberikan hikmah dalam setiap cobaan yang diberikan-Nya. Mama berharap anak mama kelak bisa sukses dan menjadi orang yang berguna. Setiap orang tua tidak pernah mengeluh dalam membiayai anak-anaknya, selama mereka mampu. Harapan mereka sama, ingin anak-anaknya sukses dunia akhirat.
7.      Apa saran ibu kepada keponakan, anak ibu dan para remaja saat ini?
Lihatlah perjuangan dan harapan dari masing-masing orangtua kalian. Bagaimana mereka membesarkanmu, orangtua tidak meminta balasan karena orangtua tidak pernah pamrih dalam membesarkan anak-anak mereka. Kalian adalah harapan oarangtua kalian, jadi jangan pernah kecewakan mereka. Dengan kalian sukses, orangtua sudah merasa bangga. Berhati-hatilah dalam bergaul dan ingatlah orangtua kalian supaya kalian tidak terjerumus dalam kesalahan.



.
Mbah Martosari di usianya yang ke 80 tahun

Anak ketiga Mbah Martosari

Anak kelima Mbah Martosari

.
Anak pertama dan anak kedua Mbah Martosari

 
























Lampiran Foto








Menantu Mbah Martosari, Suami Ibu Suprihatin

Cucu Mbah Martosari, anak terakhir Ibu Suprihatin

 










Akta keluarga Ibu Suprihatin






Kartu Keluarga Bu Suprihatin
Buku nikah dan tanda pengenal Ibu Suprihatin dan Suami

 








Silsilah Keluarga Mbah Martosari
Silsilah Keluarga Mbah Martosari



Sulastri
Sunyoto
Suprihatin
Sundari
Poniren
Asmawi
Sukarji
Waginah
Sukinik
Mistriani
Aprilia Ningsih
Teguh Wahyudi
Agustin Dwi A.
Sri Rahayu
Fauzi
Sri Wardani
Tyas Anjarwati
Aditya Alan W.
Martosari
Tarmini
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar