Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 08 Desember 2013

HISTORIOGRAFI PENDIDIKAN BAPAK GARYONO



HISTORIOGRAFI PENDIDIKAN BAPAK GARYONO
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengantar Ilmu Sejarah
Yang dibina oleh Ibu Indah W.P.Utami,Sp.d.,S.Hum,M.Pd.


Oleh
    Singgih Martana D
130732616151











UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Nopember 2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Keluarga merupakan suatu lembaga atau unit sosial terkecil di masyarakat yang terbentuk melalui perkawinan yang sah biasanya terdiri atas ayah, ibu dan anak yang hidup disuatu tempat. Keluarga adalah salah satu mata rantai kehidupan yang paling esensial dalam sejarah perjalanan hidup anak manusia. Keluarga sebagai sumber pertama dan utama memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan dan pertumbuhan mental maupun fisik anak dalam kehidupannya. Selain itu, keluarga bagi anak merupakan suatu tempat yang paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan oleh anak yang tengah mencari makna kehidupan. Keluarga juga mempunyai makna sebagai suatu lembaga atau unit sosial terkecil dimasyarakat yang terbentuk melalui perkawinan yang sah dan biasanya terdiri atas ayah, ibu dan anak yang hidup bersama di suatu tempat. Sehingga perlu diingat, bahwa keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri atas elemen-elemen yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan memiliki hubungan yang kuat.
Keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga ketika anak berada dalam usia dini, akan sangat berpengaruh pada keberhasilan pendidikan pada periode berikutnya. Jadi betapa pentingnya pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga. Perhatian mengenai pendidikan keluarga tidak hanya ditujukan oleh anggota-angota keluarga yang bersangkutan, melainkan oleh segenap lapisan masyarakat. Hal ini mengisayaratkan betapa keluarga itu merupakan bagian dalam kehidupan bermasyarakat khususnya pendidikan.
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak timbulnya peradaban manusia sampai sekarang, keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar seperti budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Orang tuanya dididik oleh ayah ibunya pula. Maka jelaslah bahwa sejarah (jumlah pengalaman) membina manusia: di rumah, di sekolah, di masyarakat dan sebagainya (R. Moh Ali, 1961: 102). Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak telah disadari oleh banyak pihak


1.2 Rumusan masalah
1.      Bagaimana pendidikan bapak Garyono?
2.      Bagaimana pemahaman orang tua yang menghambat Bapak Garyono untuk bekerja sebagai guru di SD?
1.3 Tujuan
1.      Mengetahui pendidikan bapak Garyono.
2.      Mengetahui pemahaman orang tua yang menghambat Bapak Garyono untuk bekerja sebagai guru di SD.

1.4 Metode
Secara sederhana penelitian sejarah dapat dijelaskan dalam beberapa langkah, yaitu heuristic, kritik, interpretasi, dan historiografi (Hariyono, 1995:109-112).
a)      Pemilihan topik
Alasan saya sebagai penulis topik tentang pendidikan bapak Garyono karena ada sisi menarik dalam perjalanan pendidikan bapak garyono ini. Begitu banyak permasalahan pendidikan di waktu tahun 1976-1983. Dimana pendidikan pada waktu itu kurang dimengerti oleh sebagian orang. Disitulah penulis tertarik mengangkat topik ini.
b)      Heuristik
Penulis menggunakan metode wawancara dengan narasumber Bapak Garyono dan mengumpulkan data dari internet dan buku untuk mengumpulkan data yang penulis inginkan.
c)      Kritik
Dari narasumber yang saya wawancarai mengaku bahwa bapak Garyono merasakan permasalahan pendidikan seperti pada tahun 1979-1980 dimana pendidikan yang 2 semesternya dimulai bulan januari-desember tetapi pada waktu itu pemerintahan Soeharto mengubah 2 semesternya dimulai dari juni 1979-juni 1980 bapak Garyono yang seharusnya naik kelas pada desember 1979 harus ditunda sampai juni 1980.


d)     Interpretasi
Menurut penulis dari hasil wawancara pada saat itu memang ada permasalahan pendidikan yang dialami bapak Garyono namun tidak menyurutkan semangat belajar pada waktu itu.
e)      Historiografi
Pada bab 1 penulis memulai dengan pendahuluan, pendahuluan ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta metode. Sedangkan bab 2 menjelaskan bagaimana isi dari pendidikan dan permasalahan pendidikan yang dijalani oleh keluarga bapak Garyono.



















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pendidikan Bapak Garyono

            Bapak Garyono adalah anak ketiga dari lima bersaudara yang dilahirkan oleh pasangan Alm bapak karjani dan ibu sumarmi. Sedikit cerita tentang sejarah orang tua bapak Garyono, beliau pada saat itu hanya lulus SR (Sekolah Rakyat) dan sekolahnya pun harus menempuh jarak sekitar 2km. Setalah itu beliau hanya menjadi seorang petani. Dari hasil perkawinannya dikaruniai 5 anak yaitu 1) Sugawe, 2) Gamiatun, 3)  Garyono, 4) Winarni, 5) Gandi. Anak pertama pendidikannya hanya sampai SPG saja setelah itu hanya membantu orang tuanya sekaligus merawat adik-adiknya. Anak kedua  pendidikan hanya sampai SMP setelah itu dinikahkan karena kepercayaan orang tua pada saat itu pendidikan tidak begitu penting. Anak ketiga yaitu bapak Garyono. Bapak Garyono bisa dikatan orang yang sukses, karena semangat belajarnya tinggi. Tidak patah semangat meskipun jarak sekolah dengan rumah jauh.
            Berikut perjalanan pendidikan bapak Garyono dari SD sampai SPG dan diterima sebagai guru negeri:
1.    SD tahun 1970-1976
Sedikit gambaran SD pada waktu itu masih sederhana dan apa adanya. Bahkan belum ada gedung permanen seperti saat ini. Pada waktu itu sekolah harus berpindah-pindah dan gedung yang dipakai pun meminjam halaman-halaman rumah orang. Guru yang mengajar pun masih minim. Tetapi itu tidak menyurutkan semangat bapak Garyono untuk menuntas kan sekolah dasar. Meskipun berpindah-pindah dengan jarak yang tidak dekat. Pada waktu kelas 3,4,5 sekitar tahun 1974-an di bangun gedung SD di desa Padangan, kec Pagu gedung itu dibangun atas inisiatif orang-orang sekitar dan menggunakan uang kas desa. Sampai sekarang gedung itu masih ada tetapi berubah fungsi menjadi UPTD. Tetapi sekolahnya masih ada dengan gedung baru didepannya. Jarak dari rumah bapak Garyono sekitar 1km. Selama 3 tahun bapak Garyono ditempatkan disitu untuk mengenyam pendidikan.
 Belum ada kendaraan waktu itu masih jalan kaki dan seragam seadanya. Memang pada waktu itu presiden soeharto dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Tetapi itu belum menyeluruh. Dipelosok negeri seperti di desa-desa inpres itu belum berlaku. Di tahun 1976-an bapak Garyono kelas 6 SD telah dibangun gedung SD di desa Tangkilan kec Pagu diatas tanah (Gendom) yaitu tanah bekas peninggalan kolonial. Dibangun atas inisiatif warga setempat dan menggunakan uang kas desa. Dan jaraknya sudah dekat dengan rumah. Namun guru pengajar masih minim. Guru dituntut bekerja keras pada waktu itu. SD itu sampai sekarang masih ada dan menjadi SDN Padangan 3. Setelah itu bapak Garyono lulus tahun 1976 dan melanjutkan kejenjang SMP


2.         SMP tahun 1976-1980
Bapak Garyono masuk SMP swasta yang letaknya di desa Pagu kec Pagu. Keadaan SMP pada waktu itu masih tradisional. Pada saat masuk SMP ajaran masih sama dengan SD 1 tahun ajaran dimulai dari bulan januari-desember. Pada saat itu sudah berdiri beberapa sekolah negeri tetapi mengapa bapak Garyono bersekolah ke swasta. Karena pada saat itu orang tua tidak begitu memikirkan pendidikan anaknya. Orang tua pada saat itu befikiran bahwa meninggalan harta benda banyak itu lebih baik dari pada menyekolahkan anak-anaknya. Entah apa yang menjadi dasar pemikiran orang tua pada saat itu. Dalam pendidikannya bapak Garyono di bantu oleh kakak pertamanya. Ada yang unik juga dalam pemikiran kakak pertama bapak garyono, bahwa beliau mendaftar adik nya sekolah bukan melihat sekolah itu baik dalam segi pembelajaran tetapi ketika itu beliau melihat sekolah itu baru saja memenangkan lomba voli antar SMP waktu itu. Ini juga menunjukkan bahwa sebaik-baiknya kekuasaan Soeharto pada waktu itu masih ada kelemahannya juga. Dari dasar-dasar pemikiran orang desa seperti itu berarti pada  masa pemerintahan Soeharto belum ada sosialisasi mengenai pendidikan ke desa-desa.
 Untuk menempuh perjalanan kesekolah bapak Garyono sudah di bekali sepeda oleh orang tuanya untuk menempuh jarak sekolah yang cukup jauh sekitar 5km. Pada tahun 1979 pada waktu itu bapak Garyono kelas 3 SMP ada kebijakan baru dari pemerintahan Soeharto yaitu yang semula sekolah 1 tahun dimulai awal bulan januari-desember itu di ganti menjadi bulan juni 1979- juni 1980. Ketika itu bapak Garyono merasa dirugikan selama 1 tahun, karena beliau yang seharusnya lulus pada bulan desember tahun 1979 harus bersekolah lebih lama lagi sampai dengan bulan juni 1980. Kelulusan pada waktu itu ditentukan oleh sekolah, namun soal-soal yang diujikan dibuat oleh sekolah negeri rayon Papar. Begitu pula dengan ijazah, ijazah juga dikeluarkan oleh sekolah negeri yang menguji pada waktu itu. Setelah lulus bapak Garyono melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SPG.
3.        SPG  tahun 1980-1983
Bapak Garyono diterima di salah satu SPG Katolik swasta di kota kediri. SPG itu belum mempunyai gedunng permanen pada waktu itu masih pinjam gedung milik salah satu SMP swasta tetapi masih dalam satu yayasan. Jarak yang harus di tempuh 25km dari rumah. Tetapi teknologi pada waktu itu sudah mulai berkembang. Beliau menempuh perjalan dengan mengendarai sepeda motor milik orang tuanya. Pada saat itu SPG tidak begitu populer, anggapan negatif tentang anak-anak yang bersekolah di SPG  muncul dari anak-anak yang bersekolah di SMEA, STM. Namun itu tidak menyurutkan niat belajar. Pemikiran anak sekolah pada waktu itu tidak begitu aneh-aneh seperti sekarang. Meskipun pada saat itu sudah mengenal miras, narkoba, rokok. Tetapi pemikiran untuk mendekati hal-hal negatif seperti itu tidak ada. Mereka hanya berfikir sekolah. Jadi perjuangan seperti berangkat sekolah itu pun benar-benar mereka sadari sehingga serius untuk bersekolah. Pada tahun 83 akhirnya lulus dari SPG.
            Setelah merasakan perjalanan pendidikan yang panjang seperti terbuang sia-sia begitu saja ijazah yang di perjuangkan. Setelah lulus bapak Garyono hanya menganggur karena orang tua yang kurang memperhatikan anak- anaknya dan kakaknya sudah berkeluarga sendiri. Sempat mengikuti tes menjadi guru negeri tetapi tidak diterima. Pada tahun 1983 bapak Garyono hanyalah membantu orang tuanya disawah dan membantu adik-adiknya yang ke-4 dan ke-5 untuk bersekolah. Hingga adik-adiknya lulus dari SMAN. Pada tahun 1989 akhirnya bapak Garyono diangkat menjadi guru SD Negeri Padangan 2. Pengangkatan ini tak lepas dari perhatian tetangganya yang berpendidikan tinggi. Tetangga nya yang bernama bu Marmi ini memberikan masukan kepada orang tua bapak Garyono untuk supaya anaknya di bantu mencari kerjaan di bidang pendidikan. Dan sampai sekarang bapak Garyono menjadi guru di SDN Padangan 2. Ditahun 1990-an bapak Garyono menikah dengan seorang gadis yang masih dalam satu desa yaitu ibu Dwi Luhningtyas dan dikaruniai 3 anak.





2.2 Pemahaman Orang Tua yang Menghambat Bapak Garyono untuk   Bekerja Sebagai Seorang Guru  Pendidik di SD

            Hidup tidaklah selalu mudah, hidup pastilah ada hambatan dan rintangan. Tetapi jika hambatan dan rintangan itu dilewati dengan sungguh-sungguh akan berbuah hasil dikemudian harinya. Begitu pula dengan perjalanan pendidikan bapak Garyono ini. Pendidikannya tidak begitu didukung oleh orang tuanya. Pada saat itu pemahaman tentang pendidikan masih rendah. Tujuan hidup orang tuanya hanyalah memperbanyak harta, benda untuk ditinggalkan nanti.
Diketahui bahwa tujuan hidup yang melahirkan cita-cita kehidupan merupakan mesin pemicu semua taktik dan kiat-kiat gerakan kehidupan. Semakin tinggi cita-cita seseorang semakin luas dan besar gerak annya. Sebaliknya manakala cita-citanya rendah akan rendah pula riak gerakan yang ditimbulkannya. Orang yang cita-citanya terbatas kepada hal-hal yang sifatnya fisik material, maka kegiatannya akan berputar disekitar fisik dan materi tersebut. Sebaliknya manakala citacitanya luhur dan tidak hanya terbatas kepada hal-hal yang sifatnya fisik material, namun menerobos kepada hal-hal yang sifatnya nilai, norma keruhaniahan manusia, maka selain areal gerakannya akan luas, juag hal-hal yang sifatnya fisik material dengan sendirinya akan terlampaui/diperoleh. Karena itu dalam dunia pendidikan handaklah pendidik mendorong terdidik untuk memiliki informasi dan pengalaman yang luas, yang dengan itu jadi dasar bagi munculnya wawasan yang luas, serta misi atau cita-cita yang luas, baik yang berkenaan dengan kepentingan hidup masa depannya sendiri atau kehidupan masyarakat tempat si terdidik memperoleh pengalaman atau informasi tentangnya.
Hal seperti itulah yang tidak didapatka oleh bapak Garyono. Kedua orang tuanya lebih sibuk untuk mengerjakan sawah sedangkan anak-anaknya disuruh memikirkan pendidikanya sendiri. Pada tahun 1983 bapak Garyono sempat menganggur ketika itu kedua orang tuanya dengan kepercayaan pendidikan tidak penting sehingga tidak di kuliahkan. Sehingga pada waktu itu bapak Garyono hanya terima begitu saja dan hanya membantu kedua orang tuanya di sawah. Dengan berjalannya waktu hingga pada tahun 1989 ada seorang tetangganya yang bernama ibu Marmi yang pehaman tentang pendidikan tinggi. Ibu marmi ini yang memberi pemahaman tentang pendidikan ke orang tua bapak Garyono sehingga kedua orang tuanya ini sedikit memahami lalu bapak Garyono di angkat menjadi guru pendidik anak SD.
 Dari pengalaman hidupnya di dunia pendidikan kini bapak Garyono menerapkan konsep pendidikan kepada anak-anaknya Tut Wuri Handayani Konsep ini berasal dari Ki Hadjar Dewantara, seorang pakar pendidikan Indonesia, sekaligus pendiri Perguruan Taman Siswa. Tut Wuri Handayani berasal dari bahasa Jawa, “Tut Wuri” berarti “mengikuti dari belakang”, dan “handayani” berarti “mendorong, memotivasi, atau membangkitkan semangat”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa aliran ini mengakui adanya pembawaan, bakat, maupun potensi-potensi yang ada pada anak sejak lahir. Dengan kata “tut wuri” berarti pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami bakat atau potensi-potensi apa yang timbul dan terlihat pada anak didik, untuk selanjutnya dapat dikembangkan dengan memberikan motivasi atau dorongan ke arah pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-potensi tersebut.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Mengasuh, membina dan mendidik anak dirumah merupakan kewajiban bagi setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak. Sosialisasi menjadi sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak. Lewat sosialisasi yang baik, anak merasa diperhatikan oleh orang tuanya sehingga dia mempunyai suatu motivasi dalam membentuk kepribadian yang baik. Keluarga sangat berpengaruh besar terhadap sosialisasi anak. Pendidikan sangat lah penting dari pada harta benda. Harta benda amtlah mudah didapat ketika seorang dapat memperkaya ilmu melalui pendidikan.
3.2 Saran
            Janganlah berfikir harta benda lebih penting karena tidak akan ada gunanyanya kalau tidak di imbangi oleh pendidikan yang cukup. Apalagi pendidikan anak karena anak adalah penerus atau pengembang peninggalan orang tuanya.


Daftar Rujukan
Garyono, 50 tahun, Desa Tangkilan rt 01/01 kec. Kayen kidul kab. Kediri, 30 November 2013, di tempat kediaman rumah Bapak Garyono
Uwes Sanusi, 2012, KARAKTER SEJARAH DAN KEGIATAN PENDIDIKAN, J u r n a l T a r b i y a UIN SGD Bandung, Vol. 1(1).
Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Malang: Pustaka Jaya.
































LAMPIRAN
Pertanyaan terkait wawancara      
      
Hari/tanggal                        : Sabtu, 30 Nopember 2013
Pukul                                  : 18.00-19.00
Metode                               : Wawancara
Narasumber                        : Bapak Garyono
Pekerjaan                            : Guru SD
Alamat                                : Desa Tangkilan rt/rw 01/01 kec Kayen kidul kab Kediri
Tempat wawancara                        : Di rumah Bapak Garyono




     Bagaimana pendidikan orang tua bapak garyono dulu?

Pendidikan rang tua dulu hanyalah sampai di SR (sekolah rakyat). Setelah itu hanya menjadi petani.

Bagaimana keadaan sekolah pada saat itu?

Keadaan sekolah pada saat itu masih berpindah-pindah karena belum ada gedung permanen untuk ruang kelas. Tetapi guru pengajarnya sudah pegawai negeri. Setelah berjalannya waktu akhirnya dibangun sekolah di tanah bekas kolonial. Yang membangun orang-orang setempat atas inisiatifnya sendiri. dengan menggunakan uang kas desa.

Apakah jaraknya dengan rumah jauh?

Ketika kelas 1 dan 2 SD waktu itu gedungnya masih pinjam tetangga yang dekat. Tetapi ketika kelas 3-5 SD di bangun gedung permanen di desa Padangan yang jaraknya lumayan jauh.

Ketika itu berangkat naik apa dan apakah sudah ada seragam?

Ketika SD berangkat hanya dengan berjalan kaki dan tanpa alas kaki. Ketika berangkat anak satu desa itu berangkat bersama-sama. Seragam hanya seadanya yang penting memakai baju. Nah ketika masuk SMP berangkat sudah naik sepeda. Seragam sudah mulai ada. Dan ketika SPG sudah lebih maju lagi dengan mengendarai sepeda motor.

Bagaimana semangat sekolah bapak pada saat itu?

Pada waktu itu semangat belajarnya tinggi meskipun jaraknya jauh kelas selalu penuh dengan anak-anak yang ingin belajar. Bahkan sampai dibagi waktu untuk belajar pagi dan siang.

Apakah orang tua pada saat itu tidak mengantar bapak kesekolah?

Pada saat itu untuk pendidikan orang tua tidak memikirkan pendidikan anaknya karena mereka sibuk dengan sawahnya. Jadi pada saat itu anak dibiarkan begitu saja. Berangkat ya berangkat sendiri.

Mengapa orang tua pada saat itu tidak memikirkan pendidikan anaknya?

Karena prinsip orang tua pada saat itu meninggalkan harta benda sebanyak-banyaknya kepada anaknya itu lebih baik. Mereka kurang mengerti tentang pendidikan sehingga pendidikan dianggap tidak penting. Mereka berfikiran apa gunanya meninggalkan pendidikan kepada anak-anaknya ketika nanti sudah mati. Jadi orang tua pada saat itu mencari harta benda tanpa memikirkan pendidikan anaknya.

Permasalahan apa yang bapak hadapi pada saat itu?

Sebenarnya tidak ada permasalahan yang saya hadapi. Karena anak-anak pada saat itu tujuan sekolah memang untuk menuntut ilmu dan tidak aneh-aneh. Meskipun pada waktu SPG sudah mengenal yang namanya miras, narkoba, rokok tetapi anak pada waktu tidak berfikiran untuk menggunakan itu. Mungkin kalau rokok iya. Ya paling nakal mungkin merokok. Dan setelah lulus SPG sempat menganggur selama 6 tahun. Karena tidak direstui untuk melanjutkan dan bekerja di bidang pendidikan. Tetapi saya tidak diam begitu saja. Saya tetap mengikuti tes penerimaan guru tetapi tidak lulus. Dan saya coba bertanya-tanya kepada tetangga yang berpendidikan tinggi yaitu ibu Marmi untuk bertanya tentang dunia pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar