HISTORIOGRAFI
PENDIDIKAN BAPAK GARYONO
Untuk
Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengantar Ilmu Sejarah
Yang dibina oleh Ibu Indah W.P.Utami,Sp.d.,S.Hum,M.Pd.
Pengantar Ilmu Sejarah
Yang dibina oleh Ibu Indah W.P.Utami,Sp.d.,S.Hum,M.Pd.
Oleh
Singgih Martana D
130732616151
130732616151
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Nopember 2013
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Nopember 2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Keluarga merupakan
suatu lembaga atau unit sosial terkecil di masyarakat yang terbentuk melalui
perkawinan yang sah biasanya terdiri atas ayah, ibu dan anak yang hidup disuatu
tempat. Keluarga adalah salah satu mata rantai kehidupan yang paling esensial
dalam sejarah perjalanan hidup anak manusia. Keluarga sebagai sumber pertama
dan utama memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan dan
pertumbuhan mental maupun fisik anak dalam kehidupannya. Selain itu, keluarga
bagi anak merupakan suatu tempat yang paling strategis dalam mengisi dan
membekali nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan oleh anak yang tengah mencari
makna kehidupan. Keluarga juga mempunyai makna sebagai suatu lembaga atau unit
sosial terkecil dimasyarakat yang terbentuk melalui perkawinan yang sah dan
biasanya terdiri atas ayah, ibu dan anak yang hidup bersama di suatu tempat.
Sehingga perlu diingat, bahwa keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri atas
elemen-elemen yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan memiliki
hubungan yang kuat.
Keberhasilan pendidikan
anak dalam keluarga ketika anak berada dalam usia dini, akan sangat berpengaruh
pada keberhasilan pendidikan pada periode berikutnya. Jadi betapa pentingnya
pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga. Perhatian mengenai pendidikan
keluarga tidak hanya ditujukan oleh anggota-angota keluarga yang bersangkutan,
melainkan oleh segenap lapisan masyarakat. Hal ini mengisayaratkan betapa
keluarga itu merupakan bagian dalam kehidupan bermasyarakat khususnya
pendidikan.
Keluarga merupakan
pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak timbulnya peradaban manusia
sampai sekarang, keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak.
Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan,
sikap, dan ketrampilan dasar seperti budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih
sayang, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan dan menanamkan
kebiasaan-kebiasaan. Orang tuanya dididik oleh ayah ibunya pula. Maka jelaslah
bahwa sejarah (jumlah pengalaman) membina manusia: di rumah, di sekolah, di
masyarakat dan sebagainya (R. Moh Ali, 1961: 102). Pentingnya peranan orang tua
dalam pendidikan anak telah disadari oleh banyak pihak
1.2
Rumusan masalah
1. Bagaimana
pendidikan bapak Garyono?
2. Bagaimana
pemahaman orang tua yang menghambat Bapak Garyono untuk bekerja sebagai guru di
SD?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
pendidikan bapak Garyono.
2. Mengetahui
pemahaman orang tua yang menghambat Bapak Garyono untuk bekerja sebagai guru di
SD.
1.4 Metode
Secara sederhana
penelitian sejarah dapat dijelaskan dalam beberapa langkah, yaitu heuristic,
kritik, interpretasi, dan historiografi (Hariyono, 1995:109-112).
a) Pemilihan
topik
Alasan
saya sebagai penulis topik tentang pendidikan bapak Garyono karena ada sisi
menarik dalam perjalanan pendidikan bapak garyono ini. Begitu banyak
permasalahan pendidikan di waktu tahun 1976-1983. Dimana pendidikan pada waktu
itu kurang dimengerti oleh sebagian orang. Disitulah penulis tertarik
mengangkat topik ini.
b) Heuristik
Penulis
menggunakan metode wawancara dengan narasumber Bapak Garyono dan mengumpulkan
data dari internet dan buku untuk mengumpulkan data yang penulis inginkan.
c) Kritik
Dari
narasumber yang saya wawancarai mengaku bahwa bapak Garyono merasakan
permasalahan pendidikan seperti pada tahun 1979-1980 dimana pendidikan yang 2
semesternya dimulai bulan januari-desember tetapi pada waktu itu pemerintahan
Soeharto mengubah 2 semesternya dimulai dari juni 1979-juni 1980 bapak Garyono
yang seharusnya naik kelas pada desember 1979 harus ditunda sampai juni 1980.
d) Interpretasi
Menurut
penulis dari hasil wawancara pada saat itu memang ada permasalahan pendidikan
yang dialami bapak Garyono namun tidak menyurutkan semangat belajar pada waktu
itu.
e) Historiografi
Pada
bab 1 penulis memulai dengan pendahuluan, pendahuluan ini berisi latar
belakang, rumusan masalah, tujuan serta metode. Sedangkan bab 2 menjelaskan
bagaimana isi dari pendidikan dan permasalahan pendidikan yang dijalani oleh
keluarga bapak Garyono.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Pendidikan Bapak Garyono
Bapak Garyono
adalah anak ketiga dari lima bersaudara yang dilahirkan oleh pasangan Alm bapak
karjani dan ibu sumarmi. Sedikit cerita tentang sejarah orang tua bapak
Garyono, beliau pada saat itu hanya lulus SR (Sekolah Rakyat) dan sekolahnya
pun harus menempuh jarak sekitar 2km. Setalah itu beliau hanya menjadi seorang
petani. Dari hasil perkawinannya dikaruniai 5 anak yaitu 1) Sugawe, 2)
Gamiatun, 3) Garyono, 4) Winarni, 5)
Gandi. Anak pertama pendidikannya hanya sampai SPG saja setelah itu hanya
membantu orang tuanya sekaligus merawat adik-adiknya. Anak kedua pendidikan hanya sampai SMP setelah itu
dinikahkan karena kepercayaan orang tua pada saat itu pendidikan tidak begitu
penting. Anak ketiga yaitu bapak Garyono. Bapak Garyono bisa dikatan orang yang
sukses, karena semangat belajarnya tinggi. Tidak patah semangat meskipun jarak
sekolah dengan rumah jauh.
Berikut
perjalanan pendidikan bapak Garyono dari SD sampai SPG dan diterima sebagai
guru negeri:
1. SD
tahun 1970-1976
Sedikit
gambaran SD pada waktu itu masih sederhana dan apa adanya. Bahkan belum ada
gedung permanen seperti saat ini. Pada waktu itu sekolah harus berpindah-pindah
dan gedung yang dipakai pun meminjam halaman-halaman rumah orang. Guru yang
mengajar pun masih minim. Tetapi itu tidak menyurutkan semangat bapak Garyono
untuk menuntas kan sekolah dasar. Meskipun berpindah-pindah dengan jarak yang
tidak dekat. Pada waktu kelas 3,4,5 sekitar tahun 1974-an di bangun gedung SD
di desa Padangan, kec Pagu gedung itu dibangun atas inisiatif orang-orang
sekitar dan menggunakan uang kas desa. Sampai sekarang gedung itu masih ada
tetapi berubah fungsi menjadi UPTD. Tetapi sekolahnya masih ada dengan gedung
baru didepannya. Jarak dari rumah bapak Garyono sekitar 1km. Selama 3 tahun
bapak Garyono ditempatkan disitu untuk mengenyam pendidikan.
Belum ada kendaraan waktu itu masih jalan kaki
dan seragam seadanya. Memang pada waktu itu presiden soeharto dalam bidang
pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang
sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar.
Tetapi itu belum menyeluruh. Dipelosok negeri seperti di desa-desa inpres itu
belum berlaku. Di tahun 1976-an bapak Garyono kelas 6 SD telah dibangun gedung
SD di desa Tangkilan kec Pagu diatas tanah (Gendom) yaitu tanah bekas
peninggalan kolonial. Dibangun atas inisiatif warga setempat dan menggunakan
uang kas desa. Dan jaraknya sudah dekat dengan rumah. Namun guru pengajar masih
minim. Guru dituntut bekerja keras pada waktu itu. SD itu sampai sekarang masih
ada dan menjadi SDN Padangan 3. Setelah itu bapak Garyono lulus tahun 1976 dan
melanjutkan kejenjang SMP
2.
SMP tahun 1976-1980
Bapak
Garyono masuk SMP swasta yang letaknya di desa Pagu kec Pagu. Keadaan SMP pada
waktu itu masih tradisional. Pada saat masuk SMP ajaran masih sama dengan SD 1 tahun
ajaran dimulai dari bulan januari-desember. Pada saat itu sudah berdiri
beberapa sekolah negeri tetapi mengapa bapak Garyono bersekolah ke swasta.
Karena pada saat itu orang tua tidak begitu memikirkan pendidikan anaknya.
Orang tua pada saat itu befikiran bahwa meninggalan harta benda banyak itu
lebih baik dari pada menyekolahkan anak-anaknya. Entah apa yang menjadi dasar
pemikiran orang tua pada saat itu. Dalam pendidikannya bapak Garyono di bantu
oleh kakak pertamanya. Ada yang unik juga dalam pemikiran kakak pertama bapak
garyono, bahwa beliau mendaftar adik nya sekolah bukan melihat sekolah itu baik
dalam segi pembelajaran tetapi ketika itu beliau melihat sekolah itu baru saja
memenangkan lomba voli antar SMP waktu itu. Ini juga menunjukkan bahwa
sebaik-baiknya kekuasaan Soeharto pada waktu itu masih ada kelemahannya juga.
Dari dasar-dasar pemikiran orang desa seperti itu berarti pada masa pemerintahan Soeharto belum ada
sosialisasi mengenai pendidikan ke desa-desa.
Untuk menempuh perjalanan kesekolah bapak
Garyono sudah di bekali sepeda oleh orang tuanya untuk menempuh jarak sekolah
yang cukup jauh sekitar 5km. Pada tahun 1979 pada waktu itu bapak Garyono kelas
3 SMP ada kebijakan baru dari pemerintahan Soeharto yaitu yang semula sekolah 1
tahun dimulai awal bulan januari-desember itu di ganti menjadi bulan juni 1979-
juni 1980. Ketika itu bapak Garyono merasa dirugikan selama 1 tahun, karena
beliau yang seharusnya lulus pada bulan desember tahun 1979 harus bersekolah
lebih lama lagi sampai dengan bulan juni 1980. Kelulusan pada waktu itu
ditentukan oleh sekolah, namun soal-soal yang diujikan dibuat oleh sekolah
negeri rayon Papar. Begitu pula dengan ijazah, ijazah juga dikeluarkan oleh
sekolah negeri yang menguji pada waktu itu. Setelah lulus bapak Garyono
melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu SPG.
3.
SPG tahun 1980-1983
Bapak
Garyono diterima di salah satu SPG Katolik swasta di kota kediri. SPG itu belum
mempunyai gedunng permanen pada waktu itu masih pinjam gedung milik salah satu
SMP swasta tetapi masih dalam satu yayasan. Jarak yang harus di tempuh 25km
dari rumah. Tetapi teknologi pada waktu itu sudah mulai berkembang. Beliau
menempuh perjalan dengan mengendarai sepeda motor milik orang tuanya. Pada saat
itu SPG tidak begitu populer, anggapan negatif tentang anak-anak yang
bersekolah di SPG muncul dari anak-anak
yang bersekolah di SMEA, STM. Namun itu tidak menyurutkan niat belajar. Pemikiran
anak sekolah pada waktu itu tidak begitu aneh-aneh seperti sekarang. Meskipun
pada saat itu sudah mengenal miras, narkoba, rokok. Tetapi pemikiran untuk
mendekati hal-hal negatif seperti itu tidak ada. Mereka hanya berfikir sekolah.
Jadi perjuangan seperti berangkat sekolah itu pun benar-benar mereka sadari
sehingga serius untuk bersekolah. Pada tahun 83 akhirnya lulus dari SPG.
Setelah
merasakan perjalanan pendidikan yang panjang seperti terbuang sia-sia begitu
saja ijazah yang di perjuangkan. Setelah lulus bapak Garyono hanya menganggur
karena orang tua yang kurang memperhatikan anak- anaknya dan kakaknya sudah
berkeluarga sendiri. Sempat mengikuti tes menjadi guru negeri tetapi tidak
diterima. Pada tahun 1983 bapak Garyono hanyalah membantu orang tuanya disawah
dan membantu adik-adiknya yang ke-4 dan ke-5 untuk bersekolah. Hingga
adik-adiknya lulus dari SMAN. Pada tahun 1989 akhirnya bapak Garyono diangkat
menjadi guru SD Negeri Padangan 2. Pengangkatan ini tak lepas dari perhatian
tetangganya yang berpendidikan tinggi. Tetangga nya yang bernama bu Marmi ini
memberikan masukan kepada orang tua bapak Garyono untuk supaya anaknya di bantu
mencari kerjaan di bidang pendidikan. Dan sampai sekarang bapak Garyono menjadi
guru di SDN Padangan 2. Ditahun 1990-an bapak Garyono menikah dengan seorang
gadis yang masih dalam satu desa yaitu ibu Dwi Luhningtyas dan dikaruniai 3
anak.
2.2 Pemahaman Orang Tua
yang Menghambat Bapak
Garyono untuk Bekerja Sebagai Seorang
Guru Pendidik di SD
Hidup
tidaklah selalu mudah, hidup pastilah ada hambatan dan rintangan. Tetapi jika
hambatan dan rintangan itu dilewati dengan sungguh-sungguh akan berbuah hasil
dikemudian harinya. Begitu pula dengan perjalanan pendidikan bapak Garyono ini.
Pendidikannya tidak begitu didukung oleh orang tuanya. Pada saat itu pemahaman
tentang pendidikan masih rendah. Tujuan hidup orang tuanya hanyalah
memperbanyak harta, benda untuk ditinggalkan nanti.
Diketahui bahwa tujuan
hidup yang melahirkan cita-cita kehidupan merupakan mesin pemicu semua taktik dan
kiat-kiat gerakan kehidupan. Semakin tinggi cita-cita seseorang semakin luas
dan besar gerak annya. Sebaliknya manakala cita-citanya rendah akan rendah pula
riak gerakan yang ditimbulkannya. Orang yang cita-citanya terbatas kepada
hal-hal yang sifatnya fisik material, maka kegiatannya akan berputar disekitar
fisik dan materi tersebut. Sebaliknya manakala citacitanya luhur dan tidak
hanya terbatas kepada hal-hal yang sifatnya fisik material, namun menerobos
kepada hal-hal yang sifatnya nilai, norma keruhaniahan manusia, maka selain
areal gerakannya akan luas, juag hal-hal yang sifatnya fisik material dengan
sendirinya akan terlampaui/diperoleh. Karena itu dalam dunia pendidikan handaklah
pendidik mendorong terdidik untuk memiliki informasi dan pengalaman yang luas,
yang dengan itu jadi dasar bagi munculnya wawasan yang luas, serta misi atau
cita-cita yang luas, baik yang berkenaan dengan kepentingan hidup masa depannya
sendiri atau kehidupan masyarakat tempat si terdidik memperoleh pengalaman atau
informasi tentangnya.
Hal seperti itulah yang
tidak didapatka oleh bapak Garyono. Kedua orang tuanya lebih sibuk untuk
mengerjakan sawah sedangkan anak-anaknya disuruh memikirkan pendidikanya
sendiri. Pada tahun 1983 bapak Garyono sempat menganggur ketika itu kedua orang
tuanya dengan kepercayaan pendidikan tidak penting sehingga tidak di kuliahkan.
Sehingga pada waktu itu bapak Garyono hanya terima begitu saja dan hanya
membantu kedua orang tuanya di sawah. Dengan berjalannya waktu hingga pada
tahun 1989 ada seorang tetangganya yang bernama ibu Marmi yang pehaman tentang
pendidikan tinggi. Ibu marmi ini yang memberi pemahaman tentang pendidikan ke
orang tua bapak Garyono sehingga kedua orang tuanya ini sedikit memahami lalu
bapak Garyono di angkat menjadi guru pendidik anak SD.
Dari pengalaman hidupnya di dunia pendidikan
kini bapak Garyono menerapkan konsep pendidikan kepada anak-anaknya Tut Wuri
Handayani Konsep ini berasal dari Ki Hadjar Dewantara, seorang pakar pendidikan
Indonesia, sekaligus pendiri Perguruan Taman Siswa. Tut Wuri Handayani berasal
dari bahasa Jawa, “Tut Wuri” berarti “mengikuti dari belakang”, dan “handayani”
berarti “mendorong, memotivasi, atau membangkitkan semangat”. Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa aliran ini mengakui adanya pembawaan, bakat,
maupun potensi-potensi yang ada pada anak sejak lahir. Dengan kata “tut wuri”
berarti pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami bakat atau
potensi-potensi apa yang timbul dan terlihat pada anak didik, untuk selanjutnya
dapat dikembangkan dengan memberikan motivasi atau dorongan ke arah pertumbuhan
yang sewajarnya dari potensi-potensi tersebut.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Mengasuh,
membina dan mendidik anak dirumah merupakan kewajiban bagi setiap orang tua
dalam usaha membentuk pribadi anak. Sosialisasi menjadi sangat penting dalam
pembentukan kepribadian anak. Lewat sosialisasi yang baik, anak merasa
diperhatikan oleh orang tuanya sehingga dia mempunyai suatu motivasi dalam
membentuk kepribadian yang baik. Keluarga sangat berpengaruh besar terhadap
sosialisasi anak. Pendidikan sangat lah penting dari pada harta benda. Harta
benda amtlah mudah didapat ketika seorang dapat memperkaya ilmu melalui pendidikan.
3.2
Saran
Janganlah
berfikir harta benda lebih penting karena tidak akan ada gunanyanya kalau tidak
di imbangi oleh pendidikan yang cukup. Apalagi pendidikan anak karena anak
adalah penerus atau pengembang peninggalan orang tuanya.
Daftar
Rujukan
Garyono,
50 tahun, Desa Tangkilan rt 01/01 kec. Kayen kidul kab. Kediri, 30 November
2013, di tempat kediaman rumah Bapak Garyono
http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara,
diakses 30 November
Uwes
Sanusi, 2012, KARAKTER SEJARAH DAN
KEGIATAN PENDIDIKAN, J u r n a l T a r b i y a UIN SGD Bandung, Vol. 1(1).
Hariyono.
1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif.
Malang: Pustaka Jaya.
LAMPIRAN
Pertanyaan
terkait wawancara
Hari/tanggal : Sabtu, 30 Nopember
2013
Pukul : 18.00-19.00
Metode : Wawancara
Narasumber : Bapak Garyono
Pekerjaan : Guru SD
Alamat : Desa Tangkilan
rt/rw 01/01 kec Kayen kidul kab Kediri
Tempat
wawancara : Di rumah Bapak Garyono
Bagaimana pendidikan orang tua bapak
garyono dulu?
Pendidikan
rang tua dulu hanyalah sampai di SR (sekolah rakyat). Setelah itu hanya menjadi
petani.
Bagaimana keadaan
sekolah pada saat itu?
Keadaan
sekolah pada saat itu masih berpindah-pindah karena belum ada gedung permanen
untuk ruang kelas. Tetapi guru pengajarnya sudah pegawai negeri. Setelah
berjalannya waktu akhirnya dibangun sekolah di tanah bekas kolonial. Yang
membangun orang-orang setempat atas inisiatifnya sendiri. dengan menggunakan
uang kas desa.
Apakah jaraknya dengan
rumah jauh?
Ketika
kelas 1 dan 2 SD waktu itu gedungnya masih pinjam tetangga yang dekat. Tetapi
ketika kelas 3-5 SD di bangun gedung permanen di desa Padangan yang jaraknya
lumayan jauh.
Ketika itu berangkat
naik apa dan apakah sudah ada seragam?
Ketika
SD berangkat hanya dengan berjalan kaki dan tanpa alas kaki. Ketika berangkat
anak satu desa itu berangkat bersama-sama. Seragam hanya seadanya yang penting
memakai baju. Nah ketika masuk SMP berangkat sudah naik sepeda. Seragam sudah
mulai ada. Dan ketika SPG sudah lebih maju lagi dengan mengendarai sepeda
motor.
Bagaimana semangat
sekolah bapak pada saat itu?
Pada
waktu itu semangat belajarnya tinggi meskipun jaraknya jauh kelas selalu penuh
dengan anak-anak yang ingin belajar. Bahkan sampai dibagi waktu untuk belajar
pagi dan siang.
Apakah orang tua pada
saat itu tidak mengantar bapak kesekolah?
Pada
saat itu untuk pendidikan orang tua tidak memikirkan pendidikan anaknya karena
mereka sibuk dengan sawahnya. Jadi pada saat itu anak dibiarkan begitu saja.
Berangkat ya berangkat sendiri.
Mengapa orang tua pada
saat itu tidak memikirkan pendidikan anaknya?
Karena
prinsip orang tua pada saat itu meninggalkan harta benda sebanyak-banyaknya
kepada anaknya itu lebih baik. Mereka kurang mengerti tentang pendidikan
sehingga pendidikan dianggap tidak penting. Mereka berfikiran apa gunanya
meninggalkan pendidikan kepada anak-anaknya ketika nanti sudah mati. Jadi orang
tua pada saat itu mencari harta benda tanpa memikirkan pendidikan anaknya.
Permasalahan apa yang
bapak hadapi pada saat itu?
Sebenarnya
tidak ada permasalahan yang saya hadapi. Karena anak-anak pada saat itu tujuan
sekolah memang untuk menuntut ilmu dan tidak aneh-aneh. Meskipun pada waktu SPG
sudah mengenal yang namanya miras, narkoba, rokok tetapi anak pada waktu tidak
berfikiran untuk menggunakan itu. Mungkin kalau rokok iya. Ya paling nakal
mungkin merokok. Dan setelah lulus SPG sempat menganggur selama 6 tahun. Karena
tidak direstui untuk melanjutkan dan bekerja di bidang pendidikan. Tetapi saya
tidak diam begitu saja. Saya tetap mengikuti tes penerimaan guru tetapi tidak
lulus. Dan saya coba bertanya-tanya kepada tetangga yang berpendidikan tinggi
yaitu ibu Marmi untuk bertanya tentang dunia pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar