Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 17 September 2013

subyektivitas dan obyektivitas serta kebenaran dalam sejarah



SUBYEKTIVITAS DAN OBYEKTIVITAS SERTA KEBENARAN DALAM SEJARAH


                                              
                                                                     MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Ilmu Sejarah
yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Haryono, M.Pd



oleh
Miskad                                    110732403705 
Wahyu Deni Setiawan            110732403702
Nuril Amalia Azizi                  130732616138
Irsa Anata Bahtiar                   130732607183
Muhammad Taufik                 130732607178
                                              Syahrul Ilmi                            130732616131

  
 

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
SEPTEMBER 2013




DAFTAR ISI

             Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................... i

DAFTAR ISI ...............................................................................................  ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
1.2     Perumusan Masalah......................................................................... 2
1.3     Tujuan Penulisan............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bagaimanakah Subyektivitas dalamsejarah...................................... 3
2.2 Bagaimanakah Obyektivitas dalam sejarah...................................... 4
2.3 Bagaimanakah kebenaran dalam sejarah.......................................... 6

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 8
3.2 Saran.................................................................................................. 9

DAFTAR RUJUKAN................................................................................ 10




                                                   KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami lantunkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan. Dalam makalah ini kami membahas “Subyektivitas dan Obyektivitas serta Kebenaran dalam Sejarah “. Makalah ini dalam rangka penyusunan makalah kelompok.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen matakuliah Pengantar Ilmu Sejarah Bapak Prof. Dr. Haryono,M.pd. dan Ibu Indah W.P.Utami, S.pd., S.Hum.,M.Pd. yang telah membimbing penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih belum sampai pada kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menambah kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah “ Subyektivitas dan Obyektivitas serta Kebenaran dalam Sejarah “ ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada mahasiswa.


                                                                        Malang, 10 September 2013

                                                                                    Penyusun





BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah
Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu syajaratun, memiliki arti pohon kayu.Yang menarik ialah bahwa kata itu pada perkembangan selanjutnya sudah hilang sama sekali maknanya sebab lama kelamaan kata itu mendapat pengertian berbeda (Utomo, 1995). Dalam definisi yang lebih luas adalah kejadian, perkembangan, suatu peristiwa yang membentuk suatu kontinuitas (kelanjutan) dari suatu kejadian. Ilmu sejarah mempunyai arti yang sangat luas, para ahli juga banyak yang mengemukakan pendapatnya tentang ilmu sejarah. Maka dari itu ilmu bantu sejarah sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sejarah dalam berbagai penelitian atau yang lainnya. Peristiwa atau kejadian alam di masa lampau seperti proses terjadinya bumi tidak termasuk pengertian sejarah ( Daliman, 2012:01). Sejarawan tidak dapat bekerja sendirian, sejarawan juga memerlukan berbagai ilmu - ilmu bantu yang relevan dengan penelitiannya, yang mencakup sejarah dari zaman dahulu yaitu zaman purba sampai sekarang ini. Semakin luas perkembangan yang terdapat di ilmu sejarah, ilmu bantu sejarah dapat membuat wawasan akan semakin luas tentang pengertian ruang lingkup sejarah itu sendiri.
Dalam kajian sejarah diperlukan suatu data dan dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya agar sejarah tidak bersifat penipuan publik.Dengan demikian, kesahihan penelitian sejarah dapat dipertanggung-jawabkan secara moral dan keilmuwan. Oleh karena itu, ketika akan mempelajari sebuah objek sejarah maka harus dibuat metode ilmiah secara sistematis dengan tujuan memperoleh kebenaran sejarah. Sejarah sebagai ilmu adalah suatu susunan pengetahuan (a body of knowledge) tentang peristiwa dan cerita yang terjadi di masyarakat manusia pada masa lampau yang disusun secara sistematis dan metodis berdasarkan asas-asas, prosedur dan metode serta teknik ilmiah yang diakui oleh para pakar sejarah.

1.2     Perumusan Masalah
 Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1) Bagaimanakah Subyektivitas dalam sejarah?
2) Bagaimanakah Obyektivitas dalam sejarah?
3) Bagaimanakah kebenaran dalam sejarah?

1.3        Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisannya dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1) untuk mengetahui Subyektivitas dalam sejarah.
2) untuk mengetahui Obyektivitas dalam sejarah.
3) untuk mengetahui kebenaran dalam sejarah.












                                         BAB II
                               PEMBAHASAN

2.1 Subyektivitas dalam Sejarah
Subjektivitas berkaitan dengan apa-apa yang ada di dalam dan diluar pikiran manusia.Penelitian dalam kajian sejarah tidak terlepas dari selera peneliti sendiri untuk memilih tema sejarah yang diangkat dalam sebuah penelitian.Jadi hasil penelitiannya sangat dipengaruhi oleh kepentingan si peneliti sendiri untuk tujuan-tujuan tertentu.Subyektivitas juga biasa digambarkan kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil perasaan atau pikiran manusia.Dalam tradisi ilmu pengetahuan subjektivitas akan menghasilkan pengetahuan kualitatif. Misalnya : dalam pengukuran usia homo erectus yang terdapat di Jawa. Fosil homo erectus yang ditemukan di Jawa hampir mirip dengan temuan fosil yang ada di Cina yaitu homo pekinensis. Disini bila seorang sejarawan berfikir secara  subjektif akan menafsirkan bahwa usia kedua jenis fosil tersebut memiliki usia yang sama karena bentuk fosil keduanya sama.Dalam sejarah subyektifitas banyak terdapat dalam proses interpretasi. Sejarah, dalam mengungkapkan faktanya membutuhkan interpretasi dan interpretasi melibatkan subyek. Dalam subjektivisme, dimana objek tidak lagi dipandang sebagaimana seharusnya, tetapi dipandang sebagai kreasi dan konstruksi akal budi. subjektif diperbolehkan selama tidak mengandung subjektivistik yang diserahkan kepada kesewenang-wenangan subjek, dan konsekuensinya tidak lagi real sebagai objektif.
Dalam suatu peninggalan sejarah, seorang sejarawan menggunakan analisis dan penafsirannya. Di sinilah akan muncul subjektivitas dalam penulisan sejarah. Dia berusaha untuk menerangkan mengapa,  bagaimana peristiwa terjadi dan mengapa saling berhubungan dengan peristiwa lain serta berupaya  menceritakan apa, bilamana, dimana terjadi dan siapa yang ikut serta didalamnya. Dan kekuatan penelitian sejarah akan valid apabila salah satu pokok persoalannya adalah para pelaku sejarah ini masih hidup. Meski dari sudut berpikir positif, masih hidupnya sang tokoh justru berkah bagi upaya penulisan kembali sejarah sekiranya muncul sebuah urgensi guna mencegah tipuan tersamar terhadap generasi baru. Rekonstruksi sejarah itu sendiri adalah keniscayaan, kalaulah bukan karena indikasi pengecohan, bias saja disebabkan oleh temuan baru fakta sejarah (Slamet, 2006).Sehingga dalam penulisannya lebih bermakna.
Dalam merekonstruksi suatu peristiwa sejarah tidaklah akan untuk bagaimana peristiwa itu terjadi dimasa lampau. Hal ini disebabkan karena banyaknya hal atau rangkaian peristiwa yang hilang atau memang sengaja dihilangkan. Karena alasan itu juga, penafsiran dari seorang sejarawan sangat diperlukan untuk menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain. Sehingga mendekati kebenaran. Dari sini dapat dilihat bahwa suatu penulisan peristiwa sejarah itu tidak dapat lepas dari unsur subjektivitas.

2.2 Obyektivitas dalam Sejarah
Obyektivitas dalam sejarah memang sulit untuk kita deskripsikan dalam penelitian.Inidisebabkan bahwa seorang sejarawan sendiri tidak mungkin terlepas dari selera terhadap penelitiannya sendiri.Dalam hal ini, objektivitas adalah hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia.Pandangan objektif akan cenderung bebas nilai sedangkan subjektif sebaliknya. Keduanya memiliki kelebihan-kekurangannya. Dalam tradisi ilmu pengetahuan objektivitas akan menghasilkan pengetahuan kuantitatif. Misalnya : dalam pengukuran usia homo erectus yang terdapat di Jawa. Fosil homo erectus yang ditemukan di Jawa hampir mirip dengan temuan fosil yang ada di Cina yaitu homo pekinensis.bila secara objektif, seorang sejarawan akan meneliti lebih lanjut fosil yang ditemukan baik  melalui bentuk fosil yang mereka dapat dan membandingkannya dengan fosil yang lain, maupun dengan melakukan tes labolatorium.. Seorang sejarawan dalam merekonstruksi sejarah, harus mendekati objektivitas, karena akan didapat gambaran rekonstruksi yang mendekati kebenaran.
Dalam merekonstruksi suatu peristiwa sejarah diperlukan bukti-bukti sejarah atau lebih tepatnya fakta sejarah. Fakta atau peninggalan sejarah itu disebut objek, baik yang bersifat artefak, dokumen tertulis, dan lain sebagainya. Sejarawan selalu dituntut supaya dengan sadar dan jujur mengikatkan diri pada objek dan berfikir secara objektif. …sejarah perlu ditulis kembali seirama dengan perubahan zaman yang senantiasa mengkerangkai dari masa tertentu ( Sartono Kartodirjo, 1987). Seorang sejarawan dalam penulisan atau rekonstruksi suatu peristiwa sejarah diharapkan untuk tidak memihak. Maksudnya tidak terpaku secara subjektif 100% maupun objektif 100%.  Kendati demikian, sejarawan tetap tidak bisa objektif secara total. Hal ini diakibatkan keterbatasan sumber yang ditemukan dan faktor lainnya.
Nilai karya sejarawan akan selalu tergantung pada nilai objektivitasnya. Suatu karya sejarah akan jauh nilainya lebih baik apabila sejarawan dengan sengaja tidak objektif. Arti sederhana dari kata objektifitas dalam sejarah objektif adalah sejarah dalam kenyataan, jadi kejadian itu terlepas dari subjek.
Unsur yang harus ada dalam sejarah objektif adalah:

  • ·         Kebenaran mutlak
  • ·         Sesuai dengan kenyataan, termasuk juga yang tersembunyi.
  • ·         Tidak memihak dan tidak terikat
  • ·         Kondisi – kondisi yang harus lengkap untuk semua peristiwa
Seorang sejarawan asal Amerika Serikat, Garraghan mengatakan bahwa  yang dimaksud dengan objektivitas sejarah adalah:

  • .       Objektivitas tidak berarti menuntut agar sejarawan bebas sepenuhnya dari kecurigaan-kecurigaan awal yang bersifat sosial, politis, agama, atau lainnya.      Objektivitas tidak berarti menuntut agar sejarawan mendekati tugasnya terlepas dari semua perinsip, teori dan falsafah hidupnya.
c.       Obyektifitas tidak berarti menuntut agar sejarawan bebas dari simpati terhadap obyeknya.
d.      Objektivitas tidak berarti menuntut agar pembaca mengekang diri dari penilaian atau penarikan konklusi.
e.       Objektivitas sejarawan tidak berarti bahwa semua situasi yang menimbulkan peristiwa historis dicatat sesuai dengan kejadiannya.

2.3 Kebenaran dalam Sejarah
Dalam penelitian sejarah asas objektivitas sangatlah diperlukan oleh seorang peneliti sejarah.Tujuan hal ini tiada lain untuk membuktikan ke public bahwa peneltian sebuah peristiwa di masa lampau itu tidak dibuat untuk kepentingan pribadi maupun suatu golongan tertentu. Sejarah ketika dinilai sebagai ilmu yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya juga mempunyai kriteria-kriteria tersendiri, diantaranya sebagai berikut:
a.    Empiris.
Sejarah sangat berkaitan dengan pengalaman manusia. Pengalaman tersebut direkam dalam dokumen dari peninggalan-peninggalan sejarah lainnya. Sumber-sumber tersebut kemudian diteliti oleh para sejarawan untuk bisa dijadikan fakta. Fakta-fakta itulah yang kemudian diinterpretasikan dan dilakukan penulisan sejarah.
b.  Memiliki Objek.
Setiap ilmu pengetahuan tentunya harus memiliki tujuan dan objek materi atau sasaran yang jelas dan memiliki perbedaan dengan dengan ilmu yang lain. Sebagai mana umumnya ilmu-ilmu lain, yang menjadi objek dalam kajian sejarah adalah manusia dan masyarakat pada kurun waktu tertentu.
c.  Memiliki Teori.
Ilmu pengetahuan sosial pada umumnya memiliki teori-teori tertentu. Sejarah mempunyai teori yang berisi yang berisi kaidah-kaidah pokok suatu ilmu. Seperti misalnya teori yang dikemukakan oleh Arnold Toynbee mengenai teori Challenge and Response.
d. Memiliki Metode
Dalam rangka penelitian, sejarah mempunyai metode tersendiri dengan melakukan pengamatan yang sistematis. Ini untuk menghindari suatu pernyataan tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat maka pernyataan tersebut itu bisa ditolak. Dengan menggunanan metode sejarah yang tepat seorang sejarawan bisa meminimalisir kesalahan dan dapat membuat kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Tidak dipungkiri bahwa kebenaran nisbi dalam penelitian sejarawan itu memang ada ini disebabkan kebenaran suatu peristiwa masa lampau dapat ditelusuri berdasarkan sumber sejarah ataupun pelaku serta saksi yang masih hidup. Hal ini tidak saja terjadi di sejarah bangsa kita, akan tetapi sejarah Negara Negara lain memperlihatkan gejala gejala yang sama. Dalam keadaan masyarakat yang amat tenang pun mereka, terutama yang telah dilatih berpikir, sangat peka terhadaps esuatu yang ganjil menurut pengertian rakyat, atau jika keadilan dan kebenaran diselewengkan( Hanafiah, 1978). Maka reaksi ilmuan terutama sejarawan dalam mengungkap peristiwa masa lampau maka nilai kebenaranya bersifat nisbi.Tetapi selama masih ada sumber sumber atau temuan baru, masih sangat terbuka kemungkinan historiografi yang berbeda, menghadapi sumber baru memang harus kritis( Pambudi, 2006). Kemungkinan untuk merekonstruksi pecahan peristiwa yang berserakan pun akan utuhbila terdapat objek maupun subjek sejarah yang sangat relevan.







BAB III
                                 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Subjektivitas berkaitan dengan apa-apa yang ada di dalam dan diluar pikiran manusia.Penelitian dalam kajian sejarah tidak terlepas dari selera peneliti sendiri untuk memilih  tema sejarah yang dia angkat dalam sebuah penelitian.Jadi hasil penelitiannya sangat dipengaruhi oleh kepentingan sipeneliti sendiri untuk tujuan tujuan tertentu.Subyektivitas juga biasa digambarkan kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil parasaan atau pikiran manusia.Dalam tradisi ilmu pengetahuan subjektivitas akan menghasilkan pengetahuan kualitatif.
Obyektivitas dalam sejarah memang sulit untuk kita deskripsikan dalam penelitian.Ini disebabkan bahwa seorang sejarawan sendiri tidak mungkin terlepas dari selera terhadap penelitiannya sendiri.Dalam hal ini, objektivitas adalah hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia.Pandangan objektif akan cenderung bebas nilai sedangkan subjektif sebaliknya. Keduanya memiliki kelebihan-kekurangannya. Dalam tradisi ilmu pengetahuan objektivitas akan menghasilkan pengetahuan kuantitatif.
Dalam penelitian sejarah asas objektivitas sangatlah diperlukan oleh  seorang peneliti sejarah.Tujuan hal ini tiada lain untuk membuktikan ke public bahwa peneltian sebuah peristiwa di masa lampau itu tidak dibuat untuk kepentingan pribadi maupun suatu golongan tertentu. Agar mengandung kebenaran ilmiah.Ilmu sejarah harus memiliki criteria sebagai berikut:
a.       Bersifat Empiris
b.      Memiliki Objek
c.       Memiliki Teori
d.      Memiliki Metode

3.2 Saran
                        Dalam kajian utama disiplin ilmu sejarah yang tidak boleh terlewat kan adalah sumber sejarah, pelaku serta saksi yang hidup sezaman dengan peristiwa itu.Karena penelitian sejarah berbeda dari disipilin ilmu ilmu kekinian maka objek penelitiannya pun harus ada kritik heuristic dalam setiap kerja lapangan.Sebagai mahasiswa sejarah sudah tentunya kita harus kritis terhadap dokumen maupun keterangan dari pelaku sejarah karena bukant tidak mungkin kita akan terjebak dalam penafsiran pragmatis mengenai keabsahan suatu peristiwa sejarah.













DAFTAR RUJUKAN

Daliman, A. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta, Penerbit Ombak.

Hanafiah, SM, M, A. 1978. Bunga Rampai Soempah Pemoeda. (editor: yayasan karya bersejarah). Jakarta: PN Balai Pustaka.

Kartodirjo, S. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900. Jakarta: PT Gramedia.

Pambudi, A. 2006. Supersemar Palsu: Kesaksian Tiga Jenderal. Yogyakarta: Media Pressindo.

Sutrisno, S. 2006. Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo.

Utomo, C, B. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangkitan Indonesia: dari Kebangkitan hingga Kemerdekaan. Semarang: IKIP Semarang Press.